
Kementerian Luar Negeri China tidak menjawab kemungkinan adanya negosiasi tarif dengan Amerika Serikat (AS) pasca Donald Trump Presiden mengumumkan penerapan tarif universal dan timbal balik kepada berbagai negara termasuk China.
“Kami telah menekankan lebih dari sekali bahwa menekan atau mengancam China bukanlah cara yang tepat untuk terlibat dengan kami. China akan dengan tegas melindungi hak dan kepentingannya yang sah,” kata Lin Jian Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China saat menjawab pertanyan jurnalis soal kemungkinan negosiasi tarif dengan AS dalam konferensi pers di Beijing, pada Senin (7/4/2025).
Sebelumnya Trump pada Rabu (2/4/2025) mengumumkan kombinasi tarif universal senilai 10 persen untuk barang-barang yang masuk ke AS dari berbagai negara dan tarif timbal balik yang lebih tinggi sebesar 11-50 persen atas ratusan negara dan entitas yang dinilai memiliki defisit perdagangan tertinggi dengan AS. AS juga mengenakan tarif timbal balik terhadap produk asal China sebesar 34 persen.
Pasca penerapan tarif tersebut, Scott Bessent Menteri Keuangan AS mengungkapkan bahwa lebih dari 50 negara telah memulai negosiasi dengan AS soal tarif baru tersebut.
Sedangkan Jamieson Greer Perwakilan Dagang Amerika Serikat menyebut Argentina, Vietnam, dan Israel termasuk dalam negara-negara yang telah menyatakan akan mengurangi tarif dan hambatan nontarif mereka terhadap AS.
“Pemerintah China telah menyatakan posisinya terhadap penyalahgunaan tarif AS. Kenaikan tarif AS terhadap semua mitra dagang, termasuk China, dengan berbagai dalih telah secara serius melanggar hak dan kepentingan sah negara-negara, melanggar aturan WTO, merusak sistem perdagangan multilateral yang berbasis aturan, dan mengganggu stabilitas tatanan ekonomi global,” jelas Lin Jian, dikutip Antara.
Pemerintah China, ungkap Lin Jian, sangat menyesalkan dan dengan tegas menolak hal tersebut.
“Apa yang telah dilakukan AS merupakan langkah khas unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi. Hal ini akan merugikan AS sendiri dan juga negara-negara lain,” tambah Lin Jian.
Lin Jian mengungkapkan langkah hegemonik AS atas nama “timbal balik” melayani kepentingan egoisnya hanya dengan mengorbankan kepentingan negara lain dan mengutamakan “Amerika” di atas aturan internasional.
“Penyalahgunaan tarif AS merampas hak negara-negara, terutama negara-negara ‘Global South’, untuk membangun. Analisis data WTO menyebut kenaikan tarif AS akan semakin memperlebar kesenjangan kekayaan antarnegara dan negara-negara miskin akan merasakan pukulan yang lebih berat,” tambah Lin Jian.
Tarif AS juga dinilai melanggar prinsip nondiskriminasi WTO, sangat mengganggu tatanan perdagangan internasional dan keamanan serta stabilitas rantai industri dan pasokan global, merusak sistem perdagangan multilateral, sangat menghambat pemulihan ekonomi global, dan pasti akan ditolak oleh masyarakat internasional.
“Pembangunan adalah hak universal semua negara, bukan hak istimewa eksklusif beberapa negara. Negara-negara perlu bersama-sama menentang unilateralisme dan proteksionisme dalam segala bentuk, menjaga tatanan internasional dengan PBB sebagai intinya, dan menegakkan sistem perdagangan multilateral dengan WTO sebagai pusatnya,” tegas Lin Jian.
AS, ungkap Lin Jian, perlu menyediakan lingkungan yang terbuka, adil, jujur, dan tidak diskriminatif bagi bisnis China di negara tersebut.
Tarif universal sebesar 10 persen untuk semua impor dari berbagai negara mulai berlaku pada Sabtu (12/4/2025), sementara tarif timbal balik” yang lebih besar senilai 11-50 persen untuk masing-masing negara akan mulai berlaku pada hari Rabu (9/4/2025).
Tarif yang disampaikan Trump itu telah menyebabkan penurunan nilai saham AS hampir 6 triliun dolar AS pada pekan lalu.
Sebagai tindakan balasan tarif AS, Komite Tarif Dewan Negara China pada Jumat (4/4/2025) mengumumkan pengenaan tarif tambahan sebesar 34 persen atas barang-barang asal AS, selain tarif yang sudah berlaku saat ini. Tarif itu mulai berlaku pada Kamis (10/4/2025).
Kementerian Perdagangan China juga mengumumkan akan menambahkan 11 perusahaan AS ke dalam daftar “entitas yang tidak dapat diandalkan” sehingga dilarang untuk berbisnis di China atau berbisnis dengan perusahaan China.
Kementerian Perdagangan China juga memberlakukan sistem perizinan untuk membatasi ekspor tujuh unsur tanah jarang yang ditambang dan diproses hampir secara eksklusif di China dan biasa digunakan untuk produk kendaraan listrik.
Kementerian yang sama juga menambahkan 27 perusahaan ke dalam daftar perusahaan yang menghadapi pembatasan perdagangan, dan meluncurkan penyelidikan antimonopoli terhadap anak perusahaan AS.
Sementara Bea Cukai China mengatakan akan menghentikan impor ayam dari lima eksportir komoditas pertanian terbesar AS dan impor sorgum.
China tercatat eksportir terbesar kedua AS setelah Meksiko dan pasar ekspor terbesar ketiga AS setelah Kanada dan Meksiko. China tercatat mengekspor 426,9 miliar dolar AS ke AS berupa ponsel pintar, furnitur, mainan dan produk lainnya, tetapi juga membeli produk-produk AS seperti semikonduktor, bahan bakar fosil, barang pertanian, dan barang lain senilai 147,8 miliar dolar AS. (ant/dra/iss)