Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan menambah lagi alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penanganan banjir tahun 2025, yang sudah diplot Rp1,4 triliun.
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya membenarkan alokasi Rp1,4 triliun untuk program penanganan banjir, dan bakal ada tambahan anggaran lagi yang sekarang masih dibahas bersama DPRD Kota Surabaya.
“Kemarin (rancangan anggaran) sudah disampaikan, tapi masih ada koreksi-koreksi. Karena, nanti semua akan tahu jadi belanja wajibnya Pemkot itu piro (berapa), nanti akan saya sampaikan itu ,” kata Eri, Rabu (15/1/2025).
Setelah anggaran disetujui, Pemkot Surabaya akan membuka ke masyarakat terkait program prioritas.
Misalnya, Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA), pembayaran BPJS, gaji pegawai, pembayaran listrik, hingga penyelesaian stunting.
“Yang wajib-wajib itu berapa, sisanya baru digunakan untuk pekerjaan yang lainnya. Nah, yang lainnya nanti juga akan saya sampaikan,” sebutnya lagi.
Begitu juga penyelesaian banjir yang jadi prioritas, karena akan dikerjakan bertahap menyesuaikan anggaran.
“Misal ada yang tanya, loh habis bangun box culvert kok masih banjir? Nah, box culvert di titik itu (satu catchment area) yang tidak banjir, sama seperti di Dukuh Kupang, Pakal Madya, itu sudah enggak banjir karena sudah dikerjakan, kalau di tempat lainnya ya masih banjir, karena (memang) belum dikerjakan, dan ada beberapa ratus titik tadi,” bebernya.
“Nah, untuk perkampungan juga yang belum punya U-Ditch lalu banjir akan dikerjakan lebih dulu. Sing gak banjir yo enggak tak garap (yang tidak banjir ya tidak saya kerjakan), jadi bertahap di tahun berikutnya,” tutupnya.
Sementara itu, Achmad Nurdjayanto Anggota Komisi C DPRD Surabaya mengusulkan Pemkot Surabaya juga memikirkan perawatan gorong-gorong atau aluran air, terutama daerah yang sudah dibangun saluran tapi masih banjir.
Salah satunya dengan memiliki alat penyedot sedimen untuk membersihkan saluran air secara efektif dan efisien. Menurutnya, itu penting, untuk mengurangi sedimentasi yang memengaruhi volume air.
“Hari ini, pembersihan saluran masih banyak mengandalkan tenaga manusia. Untuk kota sebesar Surabaya, cara itu sudah tidak relevan. Pemkot perlu berinovasi dengan menyediakan mesin penyedot lumpur (sedimen) yang lebih efisien. Idealnya, setiap kelurahan memiliki satu unit yang dapat digunakan secara bergilir untuk membersihkan saluran di tingkat RW,” katanya.
Anggaran sebanyak Rp1,4 triliun yang dialokasikan untuk banjir, lanjutnya harus digunakan efektif.
“Beberapa daerah di Indonesia ini juga sudah memiliki alat itu, bahkan Kementerian PU juga sudah memiliki alat itu,” ujarnya.
Selain alat penyedot sedimen, menurutnya juga perlu pembuatan sumur vertikal sebagai tempat penampungan air hujan. Sehingga, mampu mengurangi debit air dan mempercepat air masuk ke saluran.
Berbeda dengan sumur resapan yang hanya berdiameter kecil, sumur vertikal berdiameter besar seperti sumur umumnya yang berfungsi sebagai penampung air ketika hujan dan hydrant ketika musim kemarau.
“Pemkot bisa membuat sistem pipa resapan vertikal, seperti yang dilakukan di Jepang. Pipa vertikal dengan kedalaman 20 meter bisa menjadi solusi yang lebih cepat dan efektif. Biayanya juga lebih hemat karena tidak memerlukan pembongkaran saluran besar,” tandasnya.(lta/rid)