Rabu, 15 Januari 2025

Alih Fungsi Lahan Sawah di Pulau Jawa Dinilai Bisa Berdampak Sosial dan Ekonomi

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi sawah bertingkat. Foto: iStock

Pemerintah sedang mempertimbangkan aturan baru tentang kawasan pertanian pangan berkelanjutan. Aturan ini memungkinkan sawah di Pulau Jawa dialihfungsikan untuk pembangunan rumah dan industri. Namun, lahan pertanian yang hilang harus diganti dengan lahan baru di luar Pulau Jawa.

Rencana rinci tentang kawasan pertanian pangan berkelanjutan ini akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tahun 2025-2045.

Aturan baru ini akan mengatur peralihan lahan pertanian di Pulau Jawa untuk pembangunan rumah dan industri. Pengembang yang memanfaatkan lahan sawah di suatu daerah tidak wajib mencari pengganti lahan sawah di daerah yang sama, tetapi bisa menggantinya di daerah lain, seperti di luar Pulau Jawa.

Nusron Wahid Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berharap aturan ini selesai pada awal tahun 2025.

Saat ini, terjadi pertentangan dalam pemanfaatan lahan. Di satu sisi, pemerintah ingin menjaga ketahanan pangan dan membutuhkan lahan pertanian. Di sisi lain, pemerintah juga ingin membangun banyak rumah dan industri yang juga membutuhkan lahan.

Solusi yang ditawarkan adalah dengan menetapkan kawasan pertanian pangan berkelanjutan secara nasional. Lahan di luar Pulau Jawa yang masih luas akan digunakan untuk pertanian, sementara lahan di Pulau Jawa yang sudah padat penduduk akan digunakan untuk pembangunan.

Menyikapi hal ini, Tjatur Ermitajani Judi praktisi dan pemerhati hasil pertanian menilai wacana kawasan sawah yang dialihfungsikan untuk pembangunan rumah dan industri begitu kompleks.

“Di satu sisi ini menjadi bahan pemikiran. Sebab ada perubahan iklim dan usia sawah di Pulau Jawa juga sudah ratusan tahun. Kondisi Pulau Jawa yang ada ring of fire yang semakin aktif. Tapi di sisi lain, ini juga menyangkut kebijakan-kebijakan lainnya,” katanya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (15/1/2025) pagi.

Tjatur menambahkan, jika lahan sawah kalau dijadikan rumah, otomatis harus menghasilkan lapangan pekerjaan, juga infrastruktur dan sarana pendukung lainnya.

“Negatifnya, masyarakat juga sudah mulai memikirkan jangan-jangan ini seperti yang lalu-lalu, yakni kebijakan yang berubah ketika berganti pemimpin. Jadi memang kompleks ini,” terangnya.

Tjatur mengungkapkan bahwa Indonesia belum mampu memenuhi swadaya beras. Kalau mau swadaya beras, harus memenuhi jutaan ton. Dan Pulau Jawa pun belum mampu untuk memenuji kebutuhan beras nasional secara keseluruhan.

Dia berharap agar lahan yang masih berfungsi dan memberikan nilai ekonomi bagi penghuninya, tidak diubah jadi lahan perumahan atau area industri. “Karena secara mental, dari petani ke pengusaha atau pegawai itu ada dampak sosialnya,” terangnya.

Selain itu, dia menyoroti bahwa wacana alih fungsi lahan ini sering kali hanya menjadi wacana belaka tanpa realisasi yang konkret.

Pemerintah dan masyarakat diminta harus sama-sama dewasa dalam menyikapi masalah ini. Jika memiliki lahan, masyarakat diminta tidak perlu menunggu pemerintah untuk menjaganya.

“Indonesia kan mau swasembada beras, harusnya diukur juga dampak sosialnya. Sahulukan swasembada pangan. (Sebab) kita ini berpuluh puluh tahun impor beras,” terangnya.

Selain itu, dia juga mendorong untuk mengembangkan industri pertanian agar petani lebih tertarik menanam komoditas lain selain padi. (saf/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Rabu, 15 Januari 2025
31o
Kurs