Senin, 10 Maret 2025

Akademisi Sebut Sekolah Rakyat Jadi Upaya Atasi Kemiskinan Lewat Jalur Pendidikan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Tim Formatur Sekolah Rakyat melakukan konferensi pers terkait kesiapan program Sekolah Rakyat di Kantor Kemensos Salemba, Jakarta pada Rabu (5/3/2025). Foto: Antara.

Pemerintahan Prabowo Subianto Presiden dalam beberapa hari terakhir gencar mengumumkan segera melaksanakan program Sekolah Rakyat sebagai strategi mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) unggul di tahun 2045.

Dr. Martadi, Wakil Rektor 1 Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang juga terlibat dalam tim Sekolah Rakyat memaparkan, program ini juga merupakan upaya untuk mengatasi kemiskinan ekstrem melalui jalur pendidikan.

Menurutnya program ini sangat penting untuk segera dilaksanakan. Karena jika tidak, ada kemungkinan mimpi mewujudkan generasi emas 2045 akan terlewat.

“Sehingga tidak ada pilihan lain, hari ini butuh lompatan-lompatan, percepatan-percepatan untuk menangani orang-orang yang miskin ekstrem. Salah satu cara paling efektif adalah memadukan antara bukan hanya membantu soal ekonomi, tetapi juga mengubah mindset dan kultur. Karena orang miskin itu bukan soal karena faktor ekonomi, tetapi juga karena mindset, mental, budaya, dan sebagainya. Nah, untuk menggabungkannya, antara mengubah mindset, budaya, dan ekonomi, ya melalui pendidikan,” jelas Dr. Martadi dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (10/3/2025).

Sebagai informasi, Sekolah Rakyat akan fokus pada generasi muda yang saat ini berada di bangku TK, SD, SMP, dan SMA/SMK sederajat dengan model asrama. Program ini bertujuan memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin, hingga mereka menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

Tidak hanya itu, para orang tua siswa juga akan mendapatkan edukasi dan peningkatan kapasitas, agar tercipta perbaikan ekonomi keluarga secara menyeluruh.

Sementara untuk kurikulum, Martadi menjelaskan tidak hanya berbasis akademik, tetapi juga berfokus pada pendidikan karakter, kewirausahaan, dan keterampilan lunak (soft skills). Menurutnya, pendidikan ini akan menanamkan nilai-nilai penting kepada siswa agar mereka siap menghadapi tantangan masa depan.

“Anak-anak di sekolah rakyat ini tidak hanya belajar di kelas, tetapi saat mereka berada di asrama, mereka juga akan ditanamkan tentang karakter, kewirausahaan, soft skill, dan sebagainya. Selain itu, kurikulumnya juga disesuaikan dengan potensi masing-masing anak,” tambahnya.

Lebih lanjut, Wakil Rektor 1 Unesa itu menjelaskan bahwa kurikulum berdiferensiasi atau tidak sama ini memungkinkan anak-anak yang memiliki potensi di bidang tertentu, seperti teknik, untuk diarahkan agar bisa mengembangkan keterampilan tersebut.

Harapannya, lulusan Sekolah Rakyat ini bisa masuk ke perguruan tinggi yang termasuk dalam 100 universitas terbaik dunia. “Kami berharap lulusannya nanti itu akan masuk di perguruan tinggi top dunia, dan Indonesia juga bisa bersaing di level internasional,” katanya optimis.

Martadi juga mencontohkan beberapa negara yang telah berhasil memutus rantai kemiskinan dengan memprioritaskan pendidikan, seperti Jepang. “Jepang dulu ingin menata industrinya, salah satu langkah yang dilakukan adalah menangani kemiskinan. Mereka menekankan pendidikan yang baik dan ini sukses,” jelasnya.

Di Indonesia sendiri, lanjutnya, sebenarnya sudah ada model serupa yang diterapkan oleh Chairul Tanjung pengusaha di beberapa sekolah, di mana anak-anak dari keluarga kurang mampu diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.

Namun, Martadi menekankan bahwa Sekolah Rakyat bertujuan lebih besar untuk memutus rantai kemiskinan struktural yang turun-temurun.

“Banyak anak-anak miskin yang sebenarnya luar biasa potensinya, tapi mereka tidak punya akses pendidikan yang baik. Kita ingin memutus rantai kemiskinan ini dengan memberikan akses pendidikan dan mengubah mindset serta kultur keluarga mereka,” ujar Martadi.

Saat ditanya soal potensi resistensi masyarakat terhadap Sekolah Rakyat, yang kemungkinan menciptakan stratifikasi sosial antara anak-anak dari keluarga miskin dan non-miskin, Martadi menyatakan bahwa itu hal yang wajar.

Namun, ia percaya bahwa saat ini harus ada yang berani mengambil langkah extraordinary untuk mengatasi masalah kemiskinan ekstrem ini.

“Saya pikir, ketika ada sebuah kebijakan pasti ada resistensi. Tapi kita juga harus berpikir positif. Kita butuh cara-cara luar biasa untuk mengangkat mereka yang miskin ekstrim. Kalau kita hanya mengandalkan cara-cara biasa, perubahan signifikan tidak akan tercapai,” tegasnya.

Menurut Martadi, Sekolah Rakyat adalah salah satu upaya Prabowo Presiden memastikan percepatan penanganan kemiskinan ekstrem, terutama di daerah Jawa yang saat ini mencakup hampir 50 persen kemiskinan kota.

Selain pendidikan akademik dan karakter, Martadi menekankan pentingnya pemenuhan gizi bagi siswa Sekolah Rakyat. Menurutnya, asupan gizi yang baik sangat diperlukan untuk mencetak SDM unggul, baik secara fisik maupun intelektual.

“Kalau kita ingin mencetak SDM unggul, nggak mungkin kita hanya fokus pada pendidikannya saja, gizi juga harus dipenuhi,” ungkap Martadi.

Ia juga memastikan, meski ada Sekolah Rakyat, program perbaikan dan renovasi sekolah yang sudah ada tetap menjadi prioritas pemerintah.

“Renovasi sekolah yang membutuhkan perbaikan pasti tetap diperhatikan. Tidak mungkin pemerintah membangun yang baru tapi yang lama ditinggalkan. Semua akan tetap diurus,” jelasnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Senin, 10 Maret 2025
29o
Kurs