Senin, 3 Maret 2025

Ahli Kebijakan Publik Minta Pemkot Surabaya Kaji Ulang Peminjaman Rp5,6 Triliun untuk Pembangunan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Prof. Sulikah Asmorowati Ahli Kebijakan Publik sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair di bidang Ilmu Kebijakan dan Manajemen Pembangunan. Foto: Unair

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya beberapa waktu lalu mengemukakan rencana untuk mengajukan pinjaman Rp5,6 triliun sebagai langkah mempercepat pembangunan infrastruktur strategis, lima tahun ke depan.

Pinjaman dilakukan karena APBD Surabaya yang mencapai Rp12,3 triliun dinilai kurang untuk mendukung Surabaya sebagai superhub megapolitan dengan menangkap peluang adanya Ibu Kota Nusantara (IKN).

Karena, dari Rp12,3 triliun itu, sebanyak Rp 8,7 triliunnya dialokasikan untuk belanja wajib mulai pendidikan, kesehatan, pengurangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), dan pemulihan ekonomi masyarakat.

Sementara sisa anggaran untuk infrastruktur yang diperkirakan sekitar Rp2-3 triliun, menurut Pemkot tidak cukup sehingga harus ada pembiayaan alternatif dengan skema pinjaman.

Meski demikian, Prof. Sulikah Asmorowati Ahli Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya punya pendapat berbeda mengengai kebijakan utang ini. Dia menilai wacana pemkot itu alangkah baiknya dikaji ulang, mengingat risikonya juga besar.

Menurutnya, selain jumlah Rp5,6 triliun yang dinilai terlalu besar, pemkot harus berkaca dari kenyataan dengan banyaknya penghematan anggaran dan sebagainya.

“Sepertinya harus dikaji ulang deh. Apalagi sebesar ini ya, Rp5,6 triliun ya. It’s just too much (ini terlalu banyak). Kemudian ini kan bapak (Eri Cahyadi) Wali Kota baru menjabat lagi periode kedua, sebaiknya ditata dulu, ditata lagi, jangan terlalu buru-buru, karena memang ada banyak konsekuensinya gitu ya dengan hutang sebegitu besar,” ujar Prof Ika waktu mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (3/3/2025).

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair di bidang Ilmu Kebijakan dan Manajemen Pembangunan itu menyebut alangkah baiknya Pemkot membuat skala prioritas. Sehingga program-program yang sudah dirancang, pelaksanaannya secara bertahap sesuai kondisi.

“Kebutuhan anggaran itu sangat besar. Tapi kita harus bertahap. Misalnya yang akan diprioritaskan, dikerjakan tahun ini itu proyek yang mana? Butuh dana berapa? Tidak kemudian langsung semua dikerjakan dalam waktu yang sama, tahun yang sama, sehingga butuh segitu banyak (pinjaman) Rp5,6 triliun. Jadi bertahap pengerjaannya,” bebernya.

Sebagai informasi, terkait sumber pendanaan alternatif, salah satu pembiayaan yang bisa diakses pemerintah daerah yakni melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), BUMN kepanjangan tangan Kementerian Keuangan.

Data Team Leader Pembiayaan Publik SMI mencatat, saat ini sudah ada 17 pemkot berstatus debitur PT SMI, dengan komitmen pembiayaan yang dikucurkan senilai total Rp3 triliun untuk pendanaan berbagai macam proyek infrastruktur.

Adapun bunga yang dikenakan ke pemerintah daerah sebagai debitur, besarannya 7,5 sampai 7,6 persen per tahunnya. Karenanya, menurut Prof Ika, beban bunga dan cicilan ini tentunya berisiko tinggi dan berpotensi membebani Pemkot kedepan.

“Kemudian termasuk juga ruang fiskal itu akhirnya agak terbatas ya. Jadi memang nanti ada Rp5,6 triliun, tapi ini apakah bisa dikerjakan dalam tahun pertama ini, atau nanti tahun kedua, ketiga, dan sebagainya. Sebenarnya masih (harus) dikalkulasi lagi kebutuhan yang real, untuk yang sangat prioritas, itu berapa,” ucapnya.

Dia menyebut sebetulnya ada mekanisme pendanaan lain yang bisa digali, seperti suku nasional, ataupun skema corporate social responsibility (CSR) dan sebagainya. “Jadi alternatif-alternatif pendanaan itu harus bisa digali juga gitu, selain juga pinjaman yang begitu besar,” sambungnya.

“Intinya masih harus dipertimbangkan, dan harus ada studi yang khusus gitu ya. Ada social impact assessment (dampak sosial) untuk setiap kebijakan yang diambil. Termasuk pinjaman ini gitu ya. Seberapa besar nanti pengaruhnya. Jadi harus ada study itu khusus,” ucapnya.

Meski demikian, Guru Besar Unair itu juga mengapresiasi inisiatif Pemkot Surabaya yang berani mengambil kebijakan meminjam dana besar itu untuk mimpi membangun Kota Surabaya lebih maju. Tapi dia menegaskan, semua tetap harus ada pertimbangan.

“Misalnya taruh lah (pinjaman) Rp1-2 triliun yang mungkin tidak sebesar Rp5,6 triliun gitu ya. Cuma (juga harus) kita test, misalnya itu berhasil, manfaatnya banyak, maka mungkin tahun ketiga atau keberapa bisa pinjam lagi, setelah pembayaran lancar dan tidak membebani APBD misalnya untuk beban bunga dan cicilan,” pungkasnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Senin, 3 Maret 2025
28o
Kurs