Imbas konflik bersenjata terhadap anak-anak di seluruh dunia mencapai tingkat yang menghancurkan dan kemungkinan memecahkan rekor pada tahun 2024, menurut tinjauan UNICEF berdasarkan data terkini dan tren global.
“Dari hampir semua tolak ukur, tahun 2024 menjadi salah satu tahun terburuk dalam sejarah UNICEF bagi anak-anak yang terjebak di zona konflik — baik dari segi jumlah anak yang terdampak maupun tingkat pengaruhnya terhadap kehidupan mereka,” kata Catherine Russell Direktur Eksekutif UNICEF.
“Seorang anak yang tumbuh di zona konflik jauh lebih mungkin putus sekolah, mengalami malnutrisi, atau terusir dari tempat tinggalnya, kerap berulang kali, dibandingkan dengan anak-anak yang hidup di wilayah damai. Hal ini tidak boleh menjadi kenormalan baru. Kita tidak boleh membiarkan generasi anak-anak menjadi korban sampingan dari perang yang tidak terkendali di dunia ini,” ujarnya dikutip dari Antara, Minggu (29/12/2024).
Lebih dari 473 juta anak —atau lebih dari satu dari enam anak secara global— kini hidup di wilayah yang terdampak konflik. Dunia saat ini menghadapi jumlah konflik tertinggi sejak Perang Dunia II.
Persentase anak-anak di dunia yang tinggal di zona konflik meningkat dua kali lipat —dari sekitar 10 persen pada tahun 1990-an menjadi hampir 19 persen saat ini.
Data terbaru dari tahun 2023 menunjukkan bahwa PBB memverifikasi 32.990 pelanggaran berat terhadap 22.557 anak —angka tertinggi sejak pemantauan yang diwajibkan oleh Dewan Keamanan dimulai.
Dengan tren peningkatan pelanggaran berat ini — misalnya, ribuan anak terbunuh dan terluka di Gaza, serta di Ukraina, PBB mencatat lebih banyak korban anak selama sembilan bulan pertama tahun 2024 dibandingkan sepanjang tahun 2023— tahun ini kemungkinan akan mencatat peningkatan lainnya. (ant/nis/saf/iss)