Lembaga Pemantau Korupsi Global Transparansi Internasional mengungkapkan Somalia dan Sudan Selatan menjadi dua negara paling korup di dunia.
Dalam laporannya yang dilansir Antara pada Rabu (31/1/2024), organisasi menyatakan menurut Indek Persepsi Korupsi sepanjang 2023.
Somalia dan Sudan Selatan, yang terdampak krisis berkepanjangan dan konflik bersenjata, masing-masing mendapat skor 11 dan 13, dari 100, tanpa ada tanda-tanda perbaikan.
Transparansi Internasional mengukur persepsi korupsi sektor publik di 180 negara, dengan skor dari nol atau sangat korup, hingga sangat bersih dengan skor 100.
Menurut lembaga tersebut, negara-negara Afrika memperlihatkan kondisi stagnan, yang mengindikasikan benua tersebut masih menunjukkan performa buruk dengan skor rata-rata 33. Sekitar 90 persen negara-negara sub-Sahara Afrika mencatat skor di bawah 50.
Transparansi Internasional mendesak pemerintah di negara-negara sub-Sahara agar memberikan jaminan independensi, sumber daya dan transparansi dalam sistem peradilan agar pelaku korupsi dihukum secara efektif.
Samuel Kaninda, penasihat Transparansi Internasional regional Afrika, mencatat bahwa ada keharusan yang mendesak dalam mengatasi buruknya tata kelola pemerintah, selain mengatasi kudeta dan konflik di di benua tersebut.
“Memperkuat sistem peradilan dan memfungsikan mekanisme akuntabilitas adalah kunci mengakhiri kemunduran yang terus terjadi di kawasan ini dalam rangka melawan korupsi,”ucapnya.
Lembaga pemantau itu juga mencatat bahwa Pantai Gading sebagai salah satu negara yang memperlihatkan kemajuan konsisten dalam sepuluh tahun terakhir setelah Alassane Ouattra Presiden Pantai Gading menerapkan beberapa terobosan yang meningkatkan mekanisme akuntabilitas dalam pemerintahannya.
Rata-rata indeks global berada pada angka 43, sementara sebagian besar negara tidak mengalami kemajuan atau bahwa mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terakhir.
“Korupsi memperburuk ketidakadilan sosial dan berdampak tidak proporsional terhadap kelompok-kelompok paling rentan. Di banyak negara, hambatan terhadap keadilan bagi korban korupsi masih ada,” tutur Daniel Erikkson CEO Transparansi Internasional.
“Sudah waktunya mendobrak hambatan dan memastikan masyarakat dapat mengakses keadilan secara efektif. Setiap orang berhak mendapatkan sistem hukum yang adil dan inklusif di mana suara korban didengarkan di setiap tahap. Kalau tidak, hal itu merupakan penghinaan terhadap keadilan,”pungkasnya. (ant/man/saf/iss)