Jumat, 22 November 2024

Solusi Persoalan PPDB di Jatim: Tambah SMA/SMK Negeri dan Beri Insentif untuk Sekolah Swasta

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Pelayanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA Provinsi Jatim di Dewan Pendidikan Jatim, Surabaya, Selasa (28/5/2024). Foto: Risky suarasurabaya.net

Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 di sekolah negeri, terutama tingkat SMA-SMK, masih menyisakan banyak polemik. Satu di antaranya adalah laporan orang tua atau wali murid terkait adanya kecurangan dalam proses PPDB berbasis zona kawasan.

Profesor Warsono Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur mengatakan, sebenarnya sistem zona kawasan ini dimaksudkan untuk memberi keadilan kepada siswa di wilayah zona, tapi jaraknya terlalu jauh dari sekolah. Sehingga dalam sistem zonasi tahun ini ada kuota 20 persen untuk kawasan.

“Saya kira ini satu langkah yang lebih baik dan upaya menciptakan keadilan bagi masyarakat, meski seringkali keadilan tidak bisa ke semua orang,” kata Warsono dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Selasa (9/7/2024).

Menurut Warsono, salah satu pemicu persoalan PPDB adalah penyebaran sekolah negeri yang tidak merata. Jumlah sekolah negeri tidak bisa menampung seluruh lulusan SMP ke SMA dan masih ada masyarakat yang masih memfavoritkan satu sekolah. Solusi yang disarankan adalah membangun sekolah baru dengan memperhatikan sebaran lokasi permukiman yang padat penduduk tapi tidak ada sekolahnya.

“SMA Negeri di Surabaya berkumpul di pusat kota. Sementara pertumbuhan penduduk menyebar di pinggir kota. Masih belum ada sekolah yang bisa menampung jumlah lulusan. Kalau kita lihat di Surabaya, saat era Bu Risma membangun banyak sekolah. Saat ada perubahan peraturan SMA/SMK dikelola provinsi, akhrinya sekolah yang sudah dibangun dijadikan SMP,” ujarnya.

Sejak lama, jumlah SMAN di Kota Surabaya hanya sebanyak 22 unit. sedangkan SMKN ada 8 unit. Dari jumlah itu, ternyata SMAN banyak berada di wilayah Kecamatan Genteng. Yakni, ada enam SMAN dan satu SMKN. Adapun jumlah kecamatan se-Kota Surabaya ada sebanyak 31 kecamatan. Beberapa kecamatan yang wilayahnya tidak ada SMAN antara lain Gunung Anyar, Gubeng, Mulyorejo, Sukomanunggal, dan Benowo.

Penyebab belum bertambahnya jumlah SMA, menurut Warsono, kemungkinan karena anggaran. Meski alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD dan kontribusi pendidikan di perekonomian Jawa Timur mencapai 37 persen, dia menyebutkan, tidak murah membangun satu sekolah.

“Sub anggaran pendidikan itu banyak. Pasti tetap membutuhkan kontribusi pendanaan dari masyarakat. Dulu orang tua menyumbang secara sukarela, sekarang dengan adanya aturan sekolah tidak boleh memungut dari orang tua murid, kecuali dari komite, pendanaan sekolah agak terkendala,” tuturnya.

“Ada keluhan dari orang tua dan sekolah. Orang tua merasa dengan tidak adanya sumbangan, kegiatan sekolah jadi terhambat. Pendanaan sarana prasarana juga susah karena tidak ada anggaran. Sebenarnya kalau dihitung, SPP setiap anak itu mencapai Rp569 ribu, sementara dana bantuan masih Rp200 ribuan,” lanjutnya.

Selain membangun sekolah baru, pemberian insentif untuk sekolah swasta juga dinilai Warsono dapat menjadi solusi. Pihaknya berharap sekolah swasta yang bagus dapat dilibatkan dan diberi insentif.

Kondisi saat ini, siswa masuk sekolah negeri gratis, tidak ada pungutan. Siswa masuk sekolah swasta meskipun ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih harus menambah biaya. “Kalau sekolah swasta yang berkualitas dikolaborasikan, murid-murid yang diterima bisa diberi bantuan. Siswa dari keluarga prasejahtera digratiskan, di-back up pemerintah daerah atau negara. Sehingga terjadi pemerataan. (iss/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs