Dokter obgyn menyebut angka kejadian infertilitas di Indonesia juga Jawa Timur, menyerang 10 persen dari total pasangan usia reproduksi. Faktor penyebabnya paling banyak gaya hidup, mulai seks bebas hingga nikah terlambat.
Prof. dr. Samsulhadi, spesialis obgyn menyebut, kenaikan kejadian infertilitas wajar apalagi melihat gaya hidup warga Indonesia, yang semakin marak seks bebas hingga nikah terlambat.
“Pertama, gaya hidup seks bebas, obesitas, rokok, narkoba. Kedua, kesulitan sosial ekonomi memaksa laki perempuan sama-sama kerja. Faktor stres ini sangat berperan,” katanya, usai mengisi acara Scoring Infertility and Workshop IUI di National Hospital Surabaya, Minggu (4/2/2024).
Padahal, lanjutnya, rentang organ reproduksi wanita sangat terbatas, antara usia 20 hingga 35 tahun. “Kalau perawatan tidak terencana, dan terarah, maka waktu akan terbuang,” katanya lagi.
Terbatasnya rentang aman organ reproduksi wanita, menurut Samsulhadi membuat scoring infertilitas, penting dilakukan.
“Dengan demikian, mereka tahu, harus ke mana, pelayanan primer, sekunder, atau tersier,” jelasnya.
Ia menyebut, scoring harus dilakukan sebelum menikah, untuk menentukan langkah perawatan yang diperlukan.
“Pra marital atau sebelum kawin (menikah). Itu memang dibutuhkan edukasi. Remaja kita perlu diberitahu, jangan main seks, risikonya ini. Itu mengenal kesehatan reproduksi remaja,” tuturnya.
Sementara Prof Budi Santoso dokter spesialis obgyn menambahkan, sekitar 10 persen pasangan usia reproduksi di suatu wilayah mengalami infertilitas.
“Di Jatim pasangan usia reproduksi berapa gak tahu,” katanya lagi.
Jika dibiarkan terus-menerus, akan menurunkan angka kelahiran di Indonesia seperti negara-negara maju lainnya.
“Masih normal (sejauh ini di Indonesia) hanya saja ada potensi karena gaya hidup bisa berkurang atau meningkat angka infertiilitas,” tandasnya. (lta/bil/ham)