Jumat, 22 November 2024

Rencana Israel Berpotensi Kacaukan Bulan Ramadan di Palestina

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Warga Palestina yang mengungsi karena serangan Israel, berlindung di sebuah kamp tenda, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Hamas, di perbatasan dengan Mesir, di Rafah, Jalur Gaza selatan, Kamis (8/2/2024). Foto: Reuters Warga Palestina yang mengungsi karena serangan Israel, berlindung di sebuah kamp tenda, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Hamas, di perbatasan dengan Mesir, di Rafah, Jalur Gaza selatan, Kamis (8/2/2024). Foto: Reuters

Dalam sebuah acara Konferensi Pemimpin Organisasi Yahudi Utama Amerika di Yerusalem, Minggu (18/2/2024), Benny Gantz Menteri Masa Perang Israel mengemukakan pernyataan yang menyebut Ramadhan, bulan suci bagi umat Islam.

Gantz, yang merupakan mantan menteri pertahanan negara Zionis itu, menyatakan bahwa dunia dan pemimpin Hamas harus tahu bahwa “jika pada Ramadhan warga kami yang disandera tidak pulang ke rumah, maka pertempuran akan diperluas ke wilayah Rafah”.

Seperti dilaporkan Antara, Gantz juga menyatakan bahwa Hamas punya pilihan yang jelas yaitu dengan menyerah dan melepaskan sandera agar Gaza bisa merayakan bulan suci Ramadhan.

Diperkirakan bahwa bulan Ramadhan pada tahun 2024 Masehi ini akan bermula pada tanggal 10 Maret, yang berarti waktu yang diberikan adalah beberapa pekan.

Pernyataan Gantz yang dikutip dari surat kabar The Times of Israel itu memberikan ancaman kepada Hamas agar segera melepaskan sandera yang masih ditahan.

Bila tidak, maka Gantz menyatakan akan melakukan serangan darat ke Rafah, yang merupakan kota paling selatan di Jalur Gaza, berbatasan dengan Mesir.

Sebelum Israel melakukan serangan pengeboman tanpa pandang bulu di Gaza, Rafah hanya ditinggali oleh sekitar 280 ribu warga.

Jutaan pengungsi di Rafah itu pindah ke wilayah selatan karena pasukan Israel sebelumnya “menjanjikan” bahwa daerah selatan adalah kawasan yang aman, tetapi ternyata janji tersebut hanyalah bualan belaka.

Rafah sendiri hingga kini kerap ditargetkan dengan serangan udara, yang menyebabkan pembantaian terhadap berbagai warga Palestina, termasuk banyak dari mereka adalah kaum perempuan dan anak-anak.

Bila ancaman Gantz terlaksana dengan dalih sandera tidak dilepaskan, maka serangan darat tentara Zionis ke Rafah akan berpotensi mengakibatkan jatuhnya banyak korban warga sipil, karena tidak ada lagi tempat yang aman di daerah kantong Palestina tersebut.

Padahal, berbagai pihak, termasuk mereka yang kerap berteriak bahwa “Israel memiliki hak untuk membela diri” juga telah menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap rencana serangan ke Rafah yang kini dihuni jutaan warga Palestina.

Joe Biden Presiden Amerika Serikat misalnya, dalam pembicaraan telepon dengan Benjamin Netanyahu Perdana Menteri Israel pada Kamis (15/2/2024), menyatakan bahwa operasi militer Israel tidak boleh dilakukan tanpa rencana yang dapat dijalankan untuk memastikan keselamatan dan dukungan bagi warga sipil di Rafah.

Biden juga menekankan agar bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza dapat sampai ke tangan warga sipil Palestina yang membutuhkannya.

Seperti diketahui, sejumlah bantuan kemanusiaan yang dimaksudkan untuk warga Palestina ada yang diblokir oleh elemen masyarakat Israel.

Dari Eropa, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada Jumat mendesak Pemerintah Israel untuk tidak melakukan serangan militer di kota Rafah, Gaza selatan, tempat bernaung lebih dari satu juta warga Palestina yang mengungsi.

Menurut Borrell, Uni Eropa sangat prihatin mengenai kemungkinan serangan darat di Rafah, serta meminta pemerintah Israel untuk tidak melakukan tindakan militer di Rafah yang dapat memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah menjadi bencana dan mencegah penyediaan kebutuhan dasar dan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan. (ant/man/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs