Puluhan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan mengikuti sidang perdana pengajuan restitusi atau ganti rugi yang wajib dibayar pelaku tindak pidana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (17/11/2024).
Pantauan suarasurabaya.net, para keluarga korban Kanjuruhan sudah berkumpul di PN Surabaya sejak pagi untuk mengikuti sidang yang harusnya berlangsung mulai pukul 09.00 WIB, namun molor hingga siang.
Para keluarga korban ini kompak mengenakan baju warna hitam dengan tulisan Menolak Lupa 1 Oktober 2022, sebagai simbol terjadinya Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 korban jiwa.
Daniel Siagian pendamping hukum keluarga korban mengatakan, sidang permohonan pengajuan restitusi ini berdasarkan putusan PN Surabaya sejak tanggal 16 Maret 2023.
“Yang mana kita tahu ada Lima terdakwa yang dihukum dan ada yang sampai kasasi putusan inkrah,” kata Daniel ditemui di PN Surabaya.
Untuk diketahui, lima terdakwa itu adalah Abdul Harris Ketua Panpel Arema FC, Suko Sutrisno Security Officer Arema FC, AKP Hasdarmawan Danki Brimob Polri Polda Jatim, AKP Bambang Sidik Achmadi Mantan Kasat Samapta Polres Malang, dan Kompol Wahyu Setyo Pranoto Mantan Kabag Ops Polres Malang.
Daniel menjelaskan, awalnya restitusi ini tidak dicantumkan ke dalam tuntutan sejak dimulainya persidangan terhadap lima terdakwa pada 16 Januari 2023.
Pihak Lembaga Perlidangan Saksi dan Korban (LPSK) kemudian mencoba membuat rekomendasi tuntutan restitusi. Namun poin restitusi itu tidak dicantumkan oleh jaksa dalam tuntutan saat berlangsungnya sidang pidana.
“Kalau kita lihat laporan lembaga LPSK sejak bulan Februari 2023 LPSK itu sudah mengirimkan apa namanya rekomendasi restitusi terhadap ke kasus yang sedang dilaksanakan waktu itu, tetapi tidak masuk dalam poin tuntutan jaksa penuntut umum,” jelasnya.
Sehingga sesudah proses persidangan selesai dan ada putusan inkrah terhadap lima terdakwa pada 23 Agustus 2023, Tim LBH Pos Malang mulai melakukan komunikasi dengan LPSK untuk melakukan asesmen penetapan restitusi.
“Dalam penetapan restitusi setelah putusan inkrah, yang di mana itu sebenarnya memakai aturan mekanisme Perma (Peraturan Mahkamah Agung) 1 tahun 2022,” ungkapnya.
Tuntutan restitusi itu akhirnya diajukan oleh tim hukum keluarga korban pada 3 Oktober 2023. Daniel menyebut, restitusi ini sebagai tindak lanjut dari hak hukum keluarga korban.
“Nah sampai sekarang baru ada panggilan per 21 November 2024. Jadi sebenarnya permohonan restitusi ini adalah tindak lanjut dari hak hukum keluarga korban tindak pidana yang terkhusus dalam Kanjuruhan ini belum pernah terdakwanya di bebankan restitusi seperti itu,” jelasnya.
Sementara itu jumlah keluarga korban yang terdaftar di dalam surat permohonan restitusi terdapat 73 orang. Sedangkan total nilai uang yang harus diberikan oleh kelima terdakwa kepada semua keluarga korban mencapai Rp17,5 miliar.
Sebanyak 73 keluarga korban itu sudah melalui asesmen LPSK untuk mendapatkan nilai restitusi yang sudah ditetapkan.
“Ada beberapa mekanisme asesment dalam LPSK. Satu soal kerugian materi dan imateriil. Secara psikologisnya kemudian secara ekonominya itu beberapa hal yang di assessment LPSK untuk menghitung nilai kerugian akibat dampak yang ditimbulkan setelah adanya tragedi Kanjuruhan,” jelas Daniel.
Di lokasi yang sama, Rizal Putra Pratam salah satu keluarga korban yang kehilangan ayah dan adiknya dalam tragedi kelam itu berharap agar tanggungjawab restitusi bisa segera diberikan.
“Kalau untuk soal restitusi ini sebagai apa ya, sebagai tanggung jawab, pada keluarga korban seperti itu,” katanya.
Selain menuntut soal restitusi, Rizal meminta agar Tragedi Kanjuruhan ini tetap diusut dan pihak-pihak yang bertanggungjawab menembakkan gas air mata turut dihukum.
“Yang saya harapkan kayak aktor intelektual penembak gas air maya dan yang terlibat di situ bisa dihukum sebarat-beratnya dan bertanggungjawab kepada keluarga korban yang telah kehilangan anak-anaknya seperti itu,” ungkap Rizal. (wld/bil/ham)