Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sumber dayannya cukup melimpah di Indonesia sebagai negara maritim.
Kandungan protein di dalam ikan merupakan salah satu modal untuk menyiapakan sumber daya manusia (SDM) pada Indonesia Emas 2045 mendatang.
Meski sumber daya ikan nasional melimpah, fakta sosial justru menyebut tingkat konsumsi ikan di masyarakat masih rendah. Angka konsumsi ikan nasional hanya meningkat sekitar 1,32 kilogram per kapita dari 55,16 menjadi 56,48 kilogram per kapita pada 2023.
Angka ini lebih rendah dibanding negara tetangga Singapura yang mencapai 90 kilogram per kapita dan Malaysia mencapai 80 kilogram perkapita pada periode 2023.
Padahal target Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk tingkat konsumsi ikan nasional sampai 2024 bisa menyentuh angka 63,05 kilogram per kapita.
Merespon hal ini, Riyono Ketua Umum Aliansi Nelayan Nasional menyebut, pemahaman masyarakat tentang kandungan gizi dan protein masih cenderung ke daging ayam.
“Padahal ikan salah satu sumber protein yang bagus untuk pertumbuhan anak. Bisa mencegah stunting, termasuk menu sehat yang bisa direkomendasikan untuk program makan siang gratis presiden terpilih,” kata Riyono waktu mengudara di Radio Suara Surabaya, Selasa (6/8/2024) pagi.
Anggota Komisi C DPRD Jawa Tengah itu mengatakan, rendahnya tingkat konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh proses distribusi yang belum merata. Terutama di wilayah yang tidak memiliki laut seperti di wilayah dataran tinggi.
“Distribusi ikan dan turunannya untuk daerah yang tidak punya laut masih susah, daerah pegunungan pasti rendah,” jelasnya.
Selain itu, terus meningkatnya harga bahan bakar solar juga membuat sejumlah nelayan kurang maksimal dalam menangkap ikan karena harus memperhitungkan ulang biaya melaut.
Meski begitu menurut, data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan produksi ikan di Indonesia pada 2023 mencapai 24,73 juta ton terdiri dari 7,77 juta ton ikan yang dihasilkan dari perairan tangkap dan 14,77 juta ton dari perikanan budidaya. Angka itu meningkat dibandingkan dengan tahun 2022.
Riyono melanjutkan, faktor lain adalah kebijakan pemerintah dalam mengajak masyarakat mengkonsumsi ikan juga belum optimal. Menurutnya cendrung masih seremonial.
“Kebijakan terhadap produk perikanana belum optimal, misalnya ada gerakan makan ikan yang dikelolan pemprob dan kabupaten/kota masih sebatas seremonial. Belum jadi progam yang continue,” imbuhnya.
Supaya menstimulus kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi ikan, Riyono mengusulkan pemerintah agar menerapkan program one day one fish untuk satu keluarga.
Menurutnya, apabila program ini diberi anggaran dan dijalankan kementerian terkait dengan serius, maka bisa mendongkrak tingkat konsumsi ikan serta mencetak sumber daya manusia unggul di 2045.
“Maka masyarakat akan perlahan-lahan akan beralih ke konsumsi daging ikan,” ujarnya.(wld/iss)