Jumat, 22 November 2024

Polling Suara Surabaya: Masyarakat Baca Label Makanan dan Minuman Kemasan Sebelum Beli dan Konsumsi

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya Media apakah Anda membaca atau tidak label makanan dan minuman kemasan sebelum membeli dan mengonsumsi? Ilustrasi: Bram suarasurabaya.net

Pada tahun lalu ada imbauan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar masyarakat membaca label di kemasan makanan dan minuman untuk menjaga kesehatan.

Bahkan Kemenkes pun menegaskan bahwa remaja perlu membiasakan membaca label makanan

Ika Purnamasari Administrasi Kesehatan Ahli Muda Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kemenkes mengatakan, label pangan adalah media informasi yang memuat keterangan mengenai isi kandungan pangan.

Seharusnya bisa memberi informasi yang jelas dan benar kepada konsumen terkait asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, dan keterangan lain yang diperlukan.

Membaca label pangan olahan dikatakan akan memengaruhi keputusan sebelum membeli dan mengkonsumsi makanan itu.

Lantas, apakah Anda membaca atau tidak label makanan dan minuman kemasan sebelum membeli dan mengonsumsi?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (25/7/2024) pagi, sebagian besar masyarakat mengaku membaca label makanan dan minuman sebelum membeli dan mengonsumsi.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 70 persen pendengar menyatakan membaca label makanan dan minuman sebelum membeli dan mengonsumsi. Kemudian 30 persen sisanya menyatakan tidak membaca.

Sementara dari data Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 66 persen partisipan mengatakan bahwa jika membaca label makanan dan minuman sebelum membeli dan mengonsumsi. Sedangkan 34 persen lainnya menyatakan tidak.

Menyikapi hal tersebut, Taufiqurrahman Ketua Jurusan Gizi pada Satuan Kerja Badan Layanan Umum Poltekkes Kemenkes Surabaya mengatakan, sesuai dengan ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ada beberapa hal yang perlu dicantumkan pada label makanan.

“Di dalam label produk itu harus mencantumkan tulisan dan logo organiknya. Kemudian mencantumkan gambar dan atau tulisan yang berkaitan dengan klien. Misalnya ada kolagennya, ada vegan, ada sumber kalsium, tinggi vitamin dan lain sebagainya,” katanya saat on air di Radio Suara Surabaya.

“Kemudian mencantumkan tulisan dan atau gambar yang menyatakan peruntukan nutrisi tambahan untuk ibu hamil. Lalu mencantumkan tulisan atau narasi pemrosesan. Kemudian sesuai aturan BPOM, mewajibkan informasi nilai gizi pada label pangan olahan,” imbuh Wakil Ketua Asosiasi Nutrisionis Indonesia (AsNI) Jawa Timur (Jatim) ini.

Taufiq menekankan bahwa seluruh makanan olahan wajib memberikan informasi mengenai nilai gizi sehingga masyarakat mendapatkan kepastian bahwa yang dikonsumsi adalah makanan-makanan yang sehat dan bergizi.

“Jadi yang wajib harus ada itu adalah lemak totalnya. Jadi kalau makanan olahan, lemak total, lemak jenuh, kandungan protein, karbohidrat total, gula, dan garam, itu wajib dituliskan di dalam label sebagai informasi nilai gizi pada setiap pangan olahan,” terangnya.

Nilai normal untuk lemak total itu setinggi-tingginya empat persen, lemak jenuh 14 persen, protein dua persen, lalu karbohidrat total tiga persen, gula konsumsi paling tinggi 25 gram, sedangkan garap itu satu persen, 10 miligram per hari.

“Seandainya ada bahan pengawet, produsen harus mencetak tebal tanpa mencantumkan berapa kandungannya. Selain pengawet, pemanis juga. Alkohol juga harus jelas persentasenya,” tegasnya. (saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs