Jumat, 22 November 2024

Penyebab Joki Tugas Dinormalisasi, Pengamat: Mental Orang Sekarang Banyak Cari Ijazah, Bukan Ilmu

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi.

Joki tugas dan plagiarisme di kalangan mahasiswa belakangan ramai jadi perbincangan masyarakat di media sosial. Banyak yang menilai jasa perjokian yang dulu dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu, sekarang justru dilakukan secara terang-terangan.

Dalam perbincangan di platform media sosial X Juli lalu, keberadaan praktik tersebut seolah diwajarkan karena sudah ada sejak dulu. Praktik itu dinilai membantu mahasiswa yang tak punya waktu karena harus menyambi kuliah dengan bekerja.

Bahkan, pernah ada sebuah akun media sosial Instagram Kerjainplis yang telah diikuti oleh lebih dari 300.000 orang, diduga menawarkan jasa joki tugas. Mereka juga tercatat pernah menggunakan jasa influencer terkenal untuk mempromosikan usaha mereka. Meski, sekarang akun itu telah hilang usai jadi perbincangan warganet.

Tapi, tetap ada pihak yang kontra dan menilai praktik tersebut sebagai bentuk menurunkan kualitas pendidikan karena merusak integritas akademis, hingga melahirkan bibit-bibit perilaku koruptif.

Terkait hal itu, Ina Liem Pengamat dan Konsultan Pendidikan yang juga founder Jurusanku.com dalam perbincangan program Wawasan Suara Surabaya, Senin (2/9/2024), mengakui kalau praktik joki tugas memang sudah ada dari tahun ke tahun.

Tapi ada dua sisi yang menurutnya jadi pemicu praktik tersebut makin marak belakangan. Salah satunya, banyak orang yang mencari gelar dan bukan ilmu, semata untuk kebutuhan kenaikan jabatan.

“Dari sisi masalah untuk kenaikan jabatan itu memang diperlukan gelar akademis, sedangkan mentalitas bangsa kita terus terang selama ini masih mentalnya mencari ijazah bukan mencari ilmu, jadi yang diutamakan justru gelarnya ditambah mentalitasnya menerabas mencari jalur singkat untuk mendapatkan gelar tersebut,” ujarnya.

Dan hal tersebut, menurutnya tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa yang menyambi bekerja saja. Bahkan, ada dosen dan rektor yang menurutnya juga turut menggunakan jasa joki tugas ini. Hal tersebutlah yang kemudian dicontoh oleh banyak mahasiswa saat ini, sehingga diwajarkan.

“Nah yang sangat disayangkan sekarang itu ya tadi, jadi dinormalisasi. Bahkan komentar-komentar di medsos mengatakan ‘loh apa salahnya’. Karena apa yang dilihat anak-anak zaman sekarang, di sekitarnya yang dijadikan panutan, orang dewasa di sekitarnya melakukan itu, sehari-hari itu yang mereka lihat,” ucapnya.

Ketika hal ini diwajarkan, Liem mengatakan akan sangat berdampak di dunia kerja. Dia menegaskan salah satu fungsi tujuan pendidikan adalah menyiapkan seseorang untuk masuk dunia kerja.

“Sedangkan orang yang memanfaatkan joki tugas, bisa jadi hanya punya ijazah, tapi tidak menguasai ilmu,” ucap founder Jurusanku.com tersebut.

Konsultan pendidikan itu juga mengamini kalau mental menerabas itu termasuk perilaku koruptif yang menghambat profesionalisme dunia pendidikan. Termasuk, dosen-dosen yang terkesan mempersulit mahasiswa supaya dapan pelicin.

“Selama puluhan tahun saya belum pernah dengar bahwa yang melakukan ini memang ditindak secara pegas, karena hukumnya ada gitu, dua tahun penjara. Yang ada mungkin hanya dibatalkan gelarnya. Seharusnya sudah di banned dari dunia pendidikan,” ujarnya.

Terakhir, Liem mengatakan untuk minimal mengurangi maraknya praktik joki, perguruan tinggi bisa menerapkan sistem project based learning seperti yang ada dalam kurikulum merdeka.

“Tidak untuk semua. Ada bidang-bidang studi yang memang penelitian. Makanya tergantung prodinya dan tergantung tipe universitasnya juga sudah harusnya mulai menentukan,” ucapnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs