Selasa, 5 November 2024

Pengamat: Penangkapan Oknum Komdigi Jadi Bukti Selama Ini Judi Online Ada yang Membekingi

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Personel Ditreskrimum Polda Metro Jaya saat menggeledah lokasi kantor judi online di Ruko Grand Galaxy, Jalan Rose Garden Blok RRT Nomor 5, Kota Bekasi, Jumat (1/11/2024). Foto: Antara

Jumlah tersangka kasus judi online (judol) yang melibatkan oknum Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus bertambah, sejak diungkap Jumat (1/11/2024) lalu.

Terakhir pada Minggu (3/11/2024) malam kemarin, dua tersangka baru ditangkap Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Sehingga total sejauh ini sudah ada 16 orang tersangka yang ditangkap.

Peristiwa ini tentunya mengundang banyak pihak untuk berkomentar, tak terkecuali Roy Shakti Influencer, konsultan keuangan, sekaligus pengamat judol.

Menurut Roy, hal itu menjawab rasa curiga dan penasaran masyarakat selama ini soal bagaimana Komdigi ternyata melakukan pembiaran, bahkan mengambil keuntungan dengan membekingi (melindungi) para pemilik situs judol tersebut.

“Jadi kan selama ini selalu mereka itu (Komdigi) mengelaknya berfokus pada pemblokiran 1,9 juta situs. Tapi yang terpenting kan bukan yang diblokir, tapi apa yang tersisa gitu ya. Ternyata memblokir 1,9 juta itu ya untuk melindungi yang seribu. Itu fakta yang terjadi ya,” ujarnya waktu mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (4/11/2024).

Diketahui, dalam penangkapan Jumat lalu, salah satu oknum mengaku ada 1.000 situs judi online yang dijaga olehnya agar tak kena blokir, dan 4.000 situs yang dilaporkan ke atasannya untuk diblokir.

Pelaku mengaku mendapatkan imbalan senilai Rp8,5 juta dari tiap situs judi online yang tak diblokir. Dari hasil menjaga situasi itu, dia bahkan dapat memberi upah sejumlah pegawai sebagai admin dan operator senilai Rp5 juta tiap bulannya.

Roy menyebut kejadian ini sebetulnya mirip kasus Ferdy Sambo, terpidana kasus pembunuhan ajudannya yang sudah divonis penjara seumur hidup. Disebutnya Komdigi terinspirasi dari cara main mantan Jenderal Bintang 2 Polri itu.

Dia mencontohkan, saat masih berstatus sebagai Kadiv Propam, Sambo dulu selalu meminta uang keamanan supaya bisnisnya tidak diganggu. “Akhirnya dia memanfaatkan, kan wewenang Komdigi memblokir, tapi mereka memanfaatkan hal itu sebagai jasanya,” ucapnya.

Roy yang mengaku pernah berada di lingkaran pelaku judol, juga menyebut bahwa banyak bandar judol siap membayar jumlah besar kepada pihak-pihak tertentu untuk memastikan situs mereka tetap bisa diakses publik. Bagi mereka, keuntungan besar dari bisnis haram itu sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan.

“Ya karena ini kan uang haram yang paling halal ya. Siapa yang tidak mau, satu situs Rp8,5. Kalau 1.000 situs, Rp8,5 miliar. Siapa yang tidak mau itu,” ujarnya.

“Ini sangat terstruktur, seharusnya (atasan dan bawahan di Komdigi diperiksa). Sekarang gini, semisal anda punya karyawan tiba-tiba dapat Rp8,5 m, kemungkinannya cuma dua, antara (atasannya) bodoh atau memang pura-pura bodoh,” ujarnya.

Konsultan bisnis itu kemudian mengapresiasi pemerintahan Prabowo Subianto yang baru berjalan dua minggu, tak segan-segan langsung menyikat para pelaku kejahatan.

Menurutnya, di 10 tahun pemerintahan sebelumnya, hal-hal yang berbau pembiaran seperti dilakukan para oknum komdigi seolah-olah kebal hukum. Padahal, itu termasuk kejahatan pasif.

“Tak sekedar judol, tapi investasi bodong dan segalanya. Pengalaman 10 tahun terakhir kalau tidak bayar upeti diutak-atik, kalau yang bayar aman. Itu kan bukan kejahatan pasif, tapi pasif. Nah dengan kasus Komdigi, kejahatan pasif terbongkar gitu. Ini satu langkah bagus sih,” ujarnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Selasa, 5 November 2024
37o
Kurs