Rini Puspitasari pengacara empat tersangka mengungkap motif penganiayaan santri asal Banyuwangi hingga meninggal dunia di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, Kabupaten Kediri, karena korban tidak salat.
Menurut Rini, tersangka yang satu di antaranya merupakan sepupu dan tiga lainnya adalah senior korban itu jengkel, karena yang bersangkutan sulit dinasihati untuk salat berjemaah.
“Keterangan anak-anak (empat tersangka) mengakui memukul dan tidak niat biar korban sampai gimana (meninggal). Itu benar-benar emosi sesaat, karena korban diomongi tidak manut (patuh),” ujar Rini Puspitasari, Rabu (28/2/2024).
Dari keterangan para tersangka, perkelahian dimulai saat para tersangka tahu korban tidak salat, Rabu (21/2/2024) pekan lalu.
“Korban itu baru sembuh dari sakit. Kemudian beberapa hari tidak sekolah dan tidak salat jemaah. Mereka ini kan satu kamar. Awalnya itu yang dapat info itu AK (senior korban) dan AF sepupunya (korban). Kemudian (dua tersangka itu) menegur si korban. Ditanyai, kamu kenapa tidak salat? Korban jawabnya itu tidak nyambung,” ujar Rini menjelaskan kronologi kejadian versi pelaku.
Lalu para pelaku menasihati korban. Mereka memerintahkan supaya korban salat berjemaah.
“Kamu solato (harus salat). Waktu diomongi itu, cuma iyo-iyo (iya-iya) Mas. Mungkin karena jawabannya tidak nyambung itu, sempat emosi. Kemudian dipukul dengan tangan kosong dan ditampar,” terang Rini lagi.
Keesokan harinya, Kamis (22/2/2024), ternyata para pelaku mendapat informasi lagi, korban tidak salat jemaah.
Para pelaku kembali menyuruh korban salat dan mandi terlebih dahulu. Korban memang langsung bergegas ke kamar mandi. Tetapi saat keluar kamar mandi, korban dalam keadaan telanjang dan diketahui oleh salah satu pelaku.
“Keluar dari kamar mandi korban itu telanjang. Kemudian oleh salah satu pelaku dirangkul dan dibawa ke kamar. Kemudian diomongi lagi dan korban jawabannya tidak nyambung. Iya-iya gitu tok (saja), tapi tidak dilaksanakan. Terus sempat melotot, akhirnya dipukul lagi,” jelas Rini.
Malamnya, pelaku sempat mengobati luka-luka korban akibat pemukulan. Mereka juga sempat berniat untuk membawa korban ke rumah sakit, tapi urung.
“Kemudian hari, Jumat (23/2/2024) pukul 03.00 WIB pagi, si AF (sepupu korban) dibangunin (tersangka lain). Diomongin, kok korban tambah pucat. Lalu dibawa ke rumah sakit. Terus di rumah sakit ternyata kan meninggal,” ucap Rinu melanjutkan ceritanya.
Mengetahui korban meninggal dunia di Rumah Sakit Arga Husada Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, AF kembali ke pondok pesantren untuk melapor ke Fatihunada alias Gus Fatih pengasuh PPTQ Al-Hanifiyyah.
“Kemudian jenazahnya dibawa ke pondok, lalu dimandikan dan dikafani dibawa ke Banyuwangi hari Jumat setelah salat Jumat. Lalu disana heboh itu dan dilaporkan ke polisi,” jelas Rini.
Saat di Banyuwangi, lanjut Rini, AF sempat ditanya ibu korban dan dia mengaku telah memukuli sepupunya itu tanpa berbohong seolah korban terpeleset di kamar mandi seperti keterangan yang disampaikan Fatihunada pada awak media.
“Saat saya dampingi dia bilang apa-adanya. Tidak bilang korban terpeleset. Saya tidak tahu kalau dia beralibi terpeleset. Tapi pada saat bersama saya di BAP itu, dia mengakui memukul,” tegas Rini.
Ia menyebut, para pelaku menyesal sudah menganiaya korban dan merasa kebingungan. Bahkan, salah satu pelaku AK merasa syok, karena dia orang pertama yang memulai pemukulan terhadap korban dan tidak menduga korban sampai meninggal dunia.
“Kemarin saya tanya, ini gimana kok sampai kejadian seperti ini. Sekarang kalian gimana? Mereka merasa menyesal dan merasa bersalah. Mereka sangat terpukul. Saat ngobrol sama saya, mereka diam dan menunduk. Salah satunya itu malah sulit untuk berkata-kata, karena dia yang memulai itu,” tegas Rini.
Sebelumnya Polres Kediri Kota mengamankan empat tersangka penganiayaan terhadap BBM (14) santri asal Banyuwangi. Mereka adalah MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar sepupu korban dan AK (17) warga Surabaya. (lta/bil/faz)