Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali mengantisipasi fenomena urbanisasi pascalebaran yang biasa terjadi.
Eddy Christijanto Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya mengatakan, antisipasi itu untuk mencegah perpindahan penduduk luar kota tanpa tujuan jelas.
RT, RW, kelurahan dan kecamatan, lanjut Eddy, diminta mengawasi ketat penduduknya masing-masing.
“Pak Wali Kota (Eri Cahyadi) juga telah menginstruksikan kepada seluruh camat, lurah, dan ketua RT dan ketua RW untuk melakukan kontrol terhadap penduduk yang masuk di wilayahnya masing-masing. Karena yang paling tahu kan ketua RT dan RW-nya,” kata Eddy, Selasa (19/3/2024).
Pengawasan itu agar segera ada pelaporan, jika muncul penduduk yang statusnya tidak jelas, untuk didata. Bagi yang tidak punya pekerjaan, juga tempat tinggal, lalu menjadi beban, maka akan dipulangkan.
“Nanti akan kita tindaklanjuti dengan pendataan penduduk non permanen. Kalau misal di sini (Surabaya) mereka tidak punya pekerjaan, kemudian menjadi beban, mereka harus kembali ke daerah asal,” tegasnya.
Ia mengingatkan, yang boleh menetap dan punya KTP Surabaya harus tinggal di alamat domisili. Jika tidak, maka tidak disetujui.
“Sebelum mereka disetujui (pindah), kelurahan akan kroscek. Misal, dia pindah ke alamat Gayungan Gang 3 Nomor 4, kita cek di lokasi, apakah ada atau tidak. Kalaupun ada, dia harus foto bersama dengan petugas kelurahan itu, untuk memastikan secara fisik mereka ada di (alamat) situ,” ungkapnya lagi.
Pengetatan ini, sambungnya, juga mencegah adanya oknum yang ingin memanfaatkan bantuan dari Pemkot Surabaya.
“Maka dari itu harus kita cek, jangan sampai mereka pindah ke sini itu cuma fiktif saja. Namanya ada, tapi tinggal di daerahnya, dengan alasan nanti sekolah gampang, kalau sakit gampang,” pungkasnya.
Sebelumnya tahun lalu, antisipasi serupa juga dilakukan. Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menginstruksikan bagi yang pindah dan menetap dalam waktu lama tapi tidak punya tempat tinggal, harus mengurus KTP sementara. (ita/azw/ham)