Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bakal mengevaluasi kebijakan parkir nontunai setelah diterapkan serentak 1 Februari 2024.
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menyebut, tiga hari setelah kebijakan itu diterapakan akan ada evaluasi untuk menentukan kebijakan berlanjut atau tidak.
“Tapi saya juga ingin tahu apakah warga sudah siap dengan QRIS atau tidak. Saya khawatir (warga) tidak siap waktu membayar (parkir). Jadi kalau bicara jukir (juru parkir) ini orang baik-baik, dia belum terlatih dengan itu (pembayaran nontunai) nanti kami akan melatih,” kata Eri pada Senin (29/1/2024).
Eri belum menentukan keputusan yang akan diambil jika ternyata banyak warga yang tidak menepati pembayaran nontunai.
“Kalau warga Surabaya bilang nontunai, ya ayo kita coba (dijalankan), kalau tidak siap ya nontunainya diganti pakai voucher atau kita akan buka lagi (kebijakan lama) bayar duit sak karepe (terserah), voucher (boleh),” terangnya.
Ada kemungkinan, kebijakan pembayaran nontunai tidak wajib, hanya menjadi salah satu opsi yang bisa dipilih masyarakat.
“Kalau banyak yang tidak bawa QRIS, apa iya mau diteruskan, mungkin akan evaluasi oh ternyata masih bisa berbayar QRIS, silakan uang, silakan, berlangganan (silakan),” tuturnya.
Tapi kebijakan awal yang sudah disepakati, penerapan parkir digital akan tetap dilaksanakan 1 Februari.
“Karena semua titik harus saya coba kalau orang tidak bisa bagaimana, apa saya teruskan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Dishub Surabaya memastikan akan tetap menjalankan kebijakan ini meski banyak juru parkir (jukir) menolak.
Paguyuban Juru Parkir (jukir) Surabaya (PJS) seharusnya akan melaksanakan aksi damai dan mogok kerja selama tiga hari Senin-Rabu (29-31/1/2024) di depan Balai Kota Surabaya, tapi ditunda.
Fadholi Feriansyah Wakil Ketua Umum PJS menyebut, penundaan itu diputuskan setelah ada komunikasi dengan pemerintah kota (Pemkot) Surabaya pada Sabtu (27/1/2024) sore. Meski begitu, komunikasi itu masih akan berlanjut, karena belum ada titik temu yang final. (lta/saf/ipg)