Prof. Laksanto Utomo Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) menyebut, penegakan hukum judi online harus melibatkan semua pihak, termasuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Laksanto menerangkan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini masih berlaku terdapat frasa “barang siapa tanpa mendapat izin”. Begitu pula pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan berlaku pada tanggal 2 Januari 2026 memuat frasa “setiap orang yang tanpa izin”.
Menurut Laksanto, semua itu tergantung pada Pemerintah dan penegakan hukum.
“Dalam hal ini, pemerintah perlu serius terkait dengan regulasi judi berizin dan tidak berizin,” kata Laksanto dilansir dari Antara pada Kamis (14/11/2024).
Pria yang juga pakar hukum adat itu mengungkapkan, dalam penjelasan Pasal 426 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2023, yang dimaksud dengan “izin” adalah izin yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Laksanto menyatakan, implementasi dan tantangan penegakan hukum terhadap judol adalah teknologi yang sangat maju.
Hal lain makin maraknya judol, lanjut dia, banyak celah dan kurang pengawasan serta marketing judol agresif sangat menarik generasi muda.
Menurut Laksanto, perlu kerja sama internasional, khususnya negara tempat penyedia server untuk judol, penyuluhan pendidikan, dan terakhir memberikan alternatif hiburan sehat dan positif untuk mengalihkan perhatian generasi muda dari judi online.
Karena judol dapat diakses perangkat pribadi dan server penyelenggara ditempatkan di luar negeri, menurut dia, akan mempersulit penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum. Apalagi, para pemain memakai perangkat pribadi.
Kendati penggunaan perangkat pribadi tidak bisa dikontrol, menurut Dekan FH Ubhara Jaya ini, mereka sebelum bermain harus ada uang jaminan dengan nomor rekening bank.
“Nah, bank apa terbuka di-clear rekening yang digunakan. Dalam hal ini, PPATK perlu meningkatkan pengawasan secara saksama,” tutupnya. (ant/kir/ipg)