Alimatul Qibtiyah Anggota Komnas Perempuan mengatakan, hubungan pacaran termasuk hubungan yang berisiko bagi perempuan. Terlebih bila hubungan itu termasuk yang toxic (hubungan tidak sehat).
“Hubungan pacaran itu kadang-kadang merugikan perempuan, apalagi kalau relasinya itu tidak sehat,” kata Alimatul Qibtiyah dilansir Antara, Jumat (23/2/2024).
Kekerasan dalam pacaran adalah kekerasan yang terjadi pada seseorang yang memiliki relasi personal atau kedekatan sebelum menikah.
Kekerasan ini juga bisa berbentuk kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga ekonomi.
Menurut catatan Komnas Perempuan per 2023, jumlah kasus kekerasan dalam pacaran menempati urutan kedua terbesar setelah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Bahkan pada masa pandemi Covid-19, menurut dia, kekerasan terhadap perempuan jumlahnya tidak berkurang.
“Pada masa pandemi tidak menghindarkan kekerasan, cuma pindah bentuk (kekerasan), dari offline menjadi online. Ini fenomena yang sangat memprihatinkan,” katanya.
Alimatul Qibtiyah mencontohkan pada 2023 terjadi kasus kekerasan dalam pacaran yang berujung pada pembunuhan korban (femisida), yakni pelaku menganiaya kekasihnya hingga korban meninggal di Surabaya, Jawa Timur.
Dia pun meminta perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran agar berani melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada pihak yang berwenang.
“Ketika perempuan itu mengalami kekerasan seksual, hingga terjadi kehamilan, maka berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), apapun relasinya, itu masuk kategori kekerasan seksual, sehingga (pelaku) bisa dilaporkan jika kabur,” tuturnya. (ant/man/saf/iss)