Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan menyampaikan, Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tengah menyiapkan bantuan pinjaman biaya pendidikan bunga rendah untuk mahasiswa (student loan) yang digunakan untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Akan tetapi, skema beserta student loan tersebut masih dalam tahap pengkajian.
“Saat ini, terkait dengan adanya mahasiswa yang masih membutuhkan pinjaman kita sekarang sedang membahas dengan Dewan Pengawas LPDP meminta untuk mengembangkan student loan,” kata Sri Mulyani dilansir Antara pada Selasa (30/1/2024).
Hal tersebut disampaikan sebagai respon terkait isu pinjaman online (pinjol) yang digunakan untuk membayar UKT.
Dikutip dari laman resmi Danacita pada Senin (29/1/2024), tercatat ada 85 perguruan tinggi negeri dan swasta yang telah bekerja sama dengan fintech lending Danacita untuk pembayaran UKT.
Tenor yang ditawarkan mulai dari 6 bulan, 12 bulan hingga 24 bulan. Pemohon dikenakan biaya platform mulai dari 1,3 persen per bulan dan biaya persetujuan di awal sebesar 3 persen dari pinjaman yang disetujui (minimal Rp100 ribu).
Menanggapi hal itu Doni Koesoema Albertus dari Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia menerangkan, pembiayaan kuliah ini bukan masalah personal antara mahasiswa dengan lembaga dan institusi atau kampus.
Namun ketika sudah berbicara masalah akses pendidikan tinggi, di mana terlibat institusi perguruan tinggi, maka harus mengacu Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi. Khususnya dalam pasal 76.
“Agar mahasiswa dapat menyelesaikan perkuliahannya, maka kampus harus dapat membantu memfasilitasi dengan pinjaman tanpa bunga. Jadi ada mekanisme beasiswa, mekanisme pembebasan biaya kuliah, kalau misalkan itu pinjaman mahasiswa, harusnya bunganya 0 persen,” ujar Doni Koesoema dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (31/1/2024).
Dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 ayat 1 tertulis, “Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perguruan Tinggi berkewajiban memenuhi hak Mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik.”
“Jadi artinya ada tiga lembaga atau tiga institusi. Maka kalau terkait dengan kemampuan mahasiswa untuk menyelesaikan kuliah, harusnya aturan ini yang berlaku,” ucap Doni Koesoema.
Doni Koesoema menyebut, Nadiem Anwar Makarim Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) seharusnya turun tangan untuk membereskan perkara ini.
“Sebab Kemendikbudristek itu mengurus perguruan tinggi. Jangan sampai mahasiswa terjebak pinjaman online, itu yang tidak dibenarkan,” tegasnya.
Doni Koesoema juga mengkritik sikap kampus yang penyebut pinjol sebagai salah satu untuk membayar UKT. Menurutnya, hal itu tidak dibenarkan karena perguruan tinggi memiliki aturan.
“Makanya, kita harus konfirmasi ke Mendikbudristek. Kalau Mendikbudristek setuju dengan model ini, itu berarti dia tidak paham tentang undang-undang pendidikan tinggi,” ujarnya.
Doni Koesoema juga menekankan tentang perlunya edukasi ke masyarakat bahwa berhutang dengan bunga yang tidak masuk akal, itu kan memberatkan.
Selain itu, masyarakat juga harus dilindungi. Jangan sampai orang tua yang punya cita-cita anaknya pendidikan tinggi, tidak diakomodasi oleh negara. Oleh karena itu negara harus hadir.
“Kalau Mendikbudristek diam-diam saja dan tidak mengurusi, seharusnya presiden turun tangan. Karena sekitar lebih dari seribu mahasiswa terjebak pada pinjol untuk membayar kuliah. Jadi buat apa bikin aturan kalau kemudian negara tidak hadir,” kritiknya. (saf/iss)