Kamis, 12 Desember 2024

Menteri LH: Perlu 3 Persen APBD untuk Pengelolahan Sampah yang Efektif

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Hanif Faisol Nurofiq Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Sampah Tahun 2024 di Jakarta, Kamis (12/12/2024). Foto: Antara

Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa pengelolaan sampah yang efektif, mulai dari proses hulu hingga hilir, memerlukan alokasi anggaran sebesar tiga persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Kalau kita kali konversi sampahnya di angka 0,75-1 kg per hari per orang, maka diperlukan biaya untuk penyelesaiannya di angka tiga persen dari jumlah APBD di masing-masing daerah kabupaten/kota maupun dengan dukungan provinsi,” kata Hanif dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah Tahun 2024 bersama para kepala daerah di Jakarta, Kamis (12/12/2024) seperti yang dilaporkan Antara.

Ia mengungkapkan keprihatinannya karena alokasi anggaran untuk pengelolaan sampah saat ini masih sangat kecil, hanya sekitar nol koma sekian persen dari APBD. Oleh karena itu, Hanif mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk lebih peduli dan terbuka terhadap permasalahan sampah di wilayahnya.

Hanif juga mengingatkan agar pemda tidak memandang pengelolaan sampah sebagai beban anggaran. Ia menegaskan pentingnya mengatasi masalah sampah dengan serius dan tidak meremehkan dampaknya.

“Jangan main-main dengan ini. Kalau kita masih membedakan ini, dengan berpikir bahwa masalah sampah jadi beban kepada anggaran belanja daerah atau negara, ini akan berakibat fatal buat kita. Ini serius. Jadi pertimbangan ini yang harus kita pikirkan bersama. Penyelesaian masalah sampah adalah pelayanan yang tidak boleh kita lupakan. Ada kita, maka ada sampah, seperti kita dengan bayang-bayang,” katanya.

Hanif mengatakan sampah merupakan residu yang tidak seluruhnya bisa dikembalikan lagi menjadi nilai-nilai ekonomi. Menurutnya, sampah yang diolah menjadi bahan bakar melalui co-firing atau Refused Derived Fuel (RDF) hanya sekitar 20-25 persen dan tidak menjawab permasalahan sampah secara nasional. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai macam pendekatan untuk menyelesaikan masalah sampah.

“Dari komposisi sampah secara nasional, teman-teman dari kabupaten juga menyebut hampir 40-50 persen sampah merupakan food waste yang tidak bisa diselesaikan dengan sistem RDF. Untuk sampah-sampah yang sudah 1.000 ton per hari, penyelesaiannya benar-benar sangat complicated, tidak hanya kemudian RDF selesai. Ada waste to energy yang kemudian harus kita pikirkan menjadi penyelesaian sampah di tempat kita,” ucapnya.

Ia juga menyampaikan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) akan serius menggunakan segala kewenangan dan instrumen yang dimiliki agar tercipta Indonesia yang bersih dan berkelanjutan, sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“Jadi mohon izin, kami tetap akan menjalankan apa yang diamanahkan UU Nomor 18/2008 kepada kami. Kami akan tetap memberikan bimbingan-bimbingan dan teguran-teguran teknis terkait dengan pengelolaan sampah di kabupaten dan provinsi di seluruh Tanah Air. Ini untuk meyakinkan kepada semua pihak bahwa sampah ini demikian penting yang harus mendapat perhatian, termasuk penganggarannya,” kata Hanif. (ant/vin/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Truk Tabrak Rumah di Palemwatu Menganti Gresik

Surabaya
Kamis, 12 Desember 2024
26o
Kurs