Jumat, 22 November 2024

Menkes Atur Jam Kerja PPDS untuk Cegah Perundungan di Rumah Sakit

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Budi Gunadi Sadikin Menteri Kesehatan (Menkes) RI (tengah), saat ditemui di Rumah Sakit Kanker (RSK) Dharmais, Jakarta, Jumat (16/2/2024). Foto: Antara

Budi Gunadi Sadikin Menteri Kesehatan berencana mengatur jam kerja peserta didik dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di rumah sakit (RS) untuk mengatasi masalah perundungan di lingkungan tersebut. Budi menjelaskan bahwa pengaturan jam kerja akan dilakukan melalui kerja sama formal antara rumah sakit di bawah kementerian dan fakultas kedokteran.

“Supaya kita juga bisa bantu mengatur jam kerja dokternya. Karena dokternya ini kan sebelumnya bukan pegawai kita, jadi susah ngaturnya,” katanya di Gedung Sate Bandung, Jawa Barat, Sabtu (14/9/2024).

Melanisr dari Antara, Jika kesepakatan dengan fakultas kedokteran sudah tercapai, pihaknya melalui rumah sakit di bawah kementerian dapat membuat kontrak dengan seluruh peserta PPDS untuk mengikuti aturan rumah sakit.

“Tujuannya agar ada berapa kali, kita kan kerja ada batas ya, seminggu berapa kali, kalau ada lembur besoknya bisa datang siang, jadi tidak ada kerja berlebihan,” ujarnya.

Budi juga menekankan pentingnya keseragaman kebijakan, dengan mendorong rumah sakit di bawah kementerian untuk menjalin kerja sama dengan fakultas kedokteran.

“Kalau dulu sendiri-sendiri, sekarang jadi satu semua aja, biar aturannya sama,” ucapnya.

Terkait perundungan dalam PPDS, Budi mengapresiasi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang langsung mengambil tindakan ketika menemukan kasus tersebut.

“Bagus itu Unpad, sudah ketahuan, tidak usah disuruh langsung bisa disanksi, itu hebat,” ucapnya.

Dekan FK Unpad, Yudi Mulyana Hidayat, menjelaskan bahwa pihaknya tidak hanya memberikan sanksi tetapi juga mencari akar masalah perilaku yang menjadi kebiasaan di lingkungan kedokteran.

“Kalau dulu itu tidak berbau finansial. Misal angkatan saya misal datang terlambat hukumannya suruh buat status pasien 10 orang, tapi itu positif kan. Nah karenanya kita harus cari penyebabnya dan cari solusinya, kita harus berantas,” ujar dia.

Sebagai langkah konkret, pihak FK Unpad bersama rumah sakit, khususnya Rumah Sakit Umum Pusat dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, sudah mengidentifikasi masalah dan merencanakan berbagai langkah, termasuk pemberian insentif pada peserta PPDS.

“Karena dokter residen itu sekolah tapi dia juga bekerja melayani pasien nah itu kan harus diapresiasi, mungkin mereka akan diberikan insentif, kan mereka tidak dapat uang dari mana-mana sedangkan dia di (RS) Hasan Sadikin menjalankan tugas, makan minum, dan sebagainya keluar segala macam,” jelasnya.

Yudi melanjutkan, bahwa pengaturan jam kerja juga akan dilakukan agar lebih efisien, efektif, dan manusiawi.

“Misal mereka jaga malam ini, itu diharuskan istirahat besoknya dan lain sebagainya. Jadi itu yang kita kerjakan yang mampu kita selesaikan,” ujarnya.

Selain itu, telah dibentuk Komisi Disiplin, Etika, dan Anti Kekerasan Fakultas Kedokteran dan RSHS sebagai tim penyuluh, pusat aduan, dan penyelidik dugaan perundungan.

“Kami juga melakukan pendampingan, termasuk hukum pada korban. Kalau pelaku walau dia tercatatnya bagian dari kampus kami lepas tangan, siapa suruh mem-bully (melakukan perundungan) kan,” katanya.

Sejauh ini, dalam PPDS di bawah Unpad, telah terungkap dugaan perundungan di dua departemen, yaitu bedah saraf dan urologi. Di departemen bedah saraf, 10 orang telah diberi sanksi dan satu dosen masih menunggu sanksi, sementara di departemen urologi, tujuh pelaku telah diberikan surat peringatan oleh fakultas. (ant/feb/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs