Tepat 20 tahun setelah tsunami dahsyat melanda Aceh pada 26 Desember 2004, pemerintah Provinsi Aceh menggelar peringatan akbar di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Kamis (26/12/2024).
Peringatan ini menjadi momen refleksi untuk mengenang para korban sekaligus pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam.
Rangkaian acara diawali dengan ziarah ke makam massal para syuhada tsunami di Ulee Lheue. Safrizal, Pj Gubernur Aceh, bersama Forkopimda Aceh, memimpin langsung ziarah tersebut pada pukul 07.00 WIB.
Dilanjutkan pada pukul 07.59 WIB, sirene tsunami dinyalakan serentak di seluruh Aceh, menandai waktu persis ketika bencana terjadi dua dekade lalu.
Suara sirene yang menggema selama tiga menit menghentikan aktivitas di jalan-jalan utama Banda Aceh dan beberapa kota lain, mengundang masyarakat untuk merenungkan tragedi yang pernah mengguncang tanah mereka.
Sebanyak enam sirene dari sistem peringatan tsunami, termasuk yang berada di kantor gubernur dan beberapa titik strategis di Banda Aceh dan Aceh Besar, ikut dibunyikan.
Kendaraan polisi lalu lintas juga dikerahkan untuk menyuarakan peringatan di lokasi tertentu, seperti gerbang tol Sigli-Banda Aceh.
Menurut Andi Azhar Rusdin Kepala BMKG Stasiun Geofisika Aceh Besar, jangkauan sirene ini mencapai sekitar satu kilometer, tergantung tingkat kebisingan lingkungan sekitar.
Puncak acara berlangsung di halaman Masjid Raya Baiturrahman dengan tema ‘Aceh Thanks The World’ dan sub tema ‘Beranjak dari Masa Lalu, Menuju Masa Depan Aceh Bersyariat’.
Tema ini diangkat sebagai wujud rasa syukur kepada dunia internasional atas bantuan luar biasa yang diberikan kepada Aceh pasca-bencana, sekaligus menegaskan komitmen untuk membangun Aceh yang lebih baik.
Ribuan orang, termasuk para duta besar dari negara sahabat, menghadiri acara ini. Pemerintah Aceh juga mengundang KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym untuk memberikan tausiyah.
Dalam sambutannya, Aa Gym mengajak masyarakat untuk terus menjaga persatuan dan bersyukur atas pelajaran yang diberikan oleh tragedi ini.
Zahrol Fajri Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, menambahkan bahwa acara ini juga menjadi sarana untuk memperkuat solidaritas global dan menampilkan wajah Islam Aceh yang damai kepada dunia.
Dua Dekade Tsunami Aceh
Sekadar diketahui, PBB menyebut tsunami Aceh pada 2004 sebagai salah satu bencana alam terburuk di abad ke-21.
Gempa berkekuatan 9,1 skala Richter yang berpusat di Samudera Hindia memicu gelombang tsunami setinggi 30 meter yang menyapu Aceh hingga ke wilayah pesisir negara-negara seperti Thailand, Sri Lanka, India, dan Afrika Timur.
Bencana ini menewaskan lebih dari 226.000 orang, dengan 130.000 korban berasal dari Aceh. Selain itu, 500.000 warga kehilangan tempat tinggal, dan kerugian ekonomi mencapai Rp41,4 triliun.
Meski dunia terguncang oleh tragedi ini, respons internasional sangat luar biasa. Sebanyak 56 negara memberikan bantuan, termasuk Amerika Serikat yang mengirimkan ribuan tentara, helikopter, dan pesawat untuk misi kemanusiaan.
Namun, di tengah gelombang bantuan internasional, proses pemulihan di Aceh tidak mudah. Konflik yang masih berlangsung saat itu menyulitkan penyaluran bantuan.
Bencana ini menjadi titik balik besar bagi Indonesia dalam menghadapi bencana alam. Pemerintah menyadari perlunya membangun kesiapsiagaan yang lebih baik di negara yang rawan bencana ini.
Tahun 2005, Undang-Undang Bencana mulai diberlakukan, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dibentuk sebagai langkah konkret untuk meningkatkan penanganan bencana di masa depan.
Tsunami Aceh tidak hanya meninggalkan luka mendalam, tetapi juga memberikan pelajaran berharga bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Tragedi ini mengajarkan pentingnya adaptasi terhadap alam dan kesiapan menghadapi bencana yang datang tanpa peringatan.
Kini, Aceh terus melangkah maju dengan semangat baru, membangun masa depan yang lebih baik dan tangguh, sambil tetap mengenang duka yang pernah menyatukan dunia dalam solidaritas. (kev/ham)