Omzet perajin tempe di Kampung Tempe Surabaya mulai menurun usai harga kedelai yang kembali naik pada awal bulan Mei 2024.
Kampung Tempe Surabaya yang terletak di Jalan Tenggilis Kauman, Gang Buntu 27, Tenggilis Mejoyo, Surabaya merupakan kampung yang mempunyai delapan perajin tempe asli Surabaya.
Mochammad Fauzi salah satu perajin tempe di Kampung Tempe Surabaya mengatakan, kenaikan harga kedelai yang awalnya Rp10.850 menjadi Rp11.750 membuat produksi dan omzet menurun hingga 40 persen.
“Kalau naik begini kita mau naikkan harga juga gak bisa, yang ada malah para pembeli yang lari ke penjual lain,” ucapnya saat ditemui suarasurabaya.net, Rabu (8/5/2024).
Selain harga kedelai yang sedikit naik, harga ragi juga mulai mengalami kenaikan. Hal ini yang membuat para perajin tempe kesusahan untuk terus melanjutkan pembuatan dan penjualan.
“Kalau harga kedelai nanti sekitar tiga atau empat bulan juga normal lagi, kalau harga ragi atau bahan lainnya yang naik mungkin itu yang bikin kami para perajin ini kesusahan,” tegasnya.
Fauzi juga membuat susu sari kedelai dan keripik tempe yang dititipkan kepada toko ataupun pusat oleh-oleh yang ada di Surabaya.
“Keripik tempe yang lumayan penjualannya, karena saya titipkan di beberapa pusat oleh-oleh,” katanya.
Ia juga menyebut, harga tepung yang semakin tinggi membuat keripik tempe buatannya tidak bisa produksi secara maksimal.
“Yang paling berasa memang ya dari penjualan keripik tempe, tapi kalau kata orang Jawa ya pek pok (tidak untung) kalau tepung naiknya tinggi sekali,” tuturnya.
Fauzi berharap kepada pihak pemerintah agar bisa kembali mengatur harga bahan pokok yang melambung tinggi di tahun ini.
“Kalau dekat-dekat ini belum bisa turun semuanya ya tidak masalah, yang penting ada proges dari pemerintah untuk menemukan jalan keluar bagi para perajin rumahan seperti di Kampung Tempe ini,” pungkasnya.
Ghofur perajin tempe lainnya yang berada di Kampung Tempe Surabaya mengatakan hal yang serupa, penurunan omzet para perajin tempe terus menurun sejak pandemi Covid-19.
“Kalau dihitung dari pandemi mungkin omzet kami semua sudah hilang sekitar 60 persen lebih,” paparnya.
Ia juga meminta para sarjana pertanian untuk segera membantu para perajin tempe dengan menemukan jenis kedelai yang sebanding dengan kedelai impor saat ini.
“Sekarang sarjana makin banyak, mungkin bisa bantu kami semua untuk menemukan bibit kedelai unggul. Biar Indonesia tidak impor kedelai yang harganya tidak pernah stabil ini,”pungkasnya.(man)