Jumat, 22 November 2024

Lewat Sebuah Buku, Peneliti Belanda Berupaya Ungkap Praktik Sejarah Genosida Negaranya

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Lewat Buku Genosida Banda, Peneliti Belanda Berupaya Luruskan Sejarah Diskusi buku Genosida Banda: Kajahatan Kemanusiaan oleh Jan Pieterszoon Coen yang ditulis oleh Marjolein Van Pagee peneliti sejarah asal Belanda di Surabaya, Minggu (4/2/2024). Foto: Risky suarasurabaya.net

Marjolein Van Pagee peneliti sejarah asal Belanda menulis sebuah buku dengan judul “Genosida Banda: Kajahatan Kemanusiaan oleh Jan Pieterszoon Coen”.

Dalam buku itu, ia menulis tentang sejarah Banda Neira yang berkaitan dengan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Marjolein mengkritisi sumber-sumber arsip Belanda dalam kepenulisan sejarah.

Master of Colonial History lulusan Leiden University itu, mengangkat kisah dari sisi Indonesia. Ia menyuarakan keberadaan masyarakat Wandan, generasi yang selamat dari pembantaian Jan Pieterszoon Coen awal abad 17.

Marjolein mengurai diktum (bagian pokok dari sebuah keputusan) Jan Pieterszoon Coen sebagai pendasar kolonialisme Belanda di Nusantara, “tiada perdagangan tanpa perang, tiada perang tanpa perdagangan”. Hal itu, kata dia, menjelaskan bahwa di masa VOC, perdagangan tidak selalu berbasis kesepakatan.

Ia menyebut, VOC memaksa Banda berhenti berdagang dengan bangsa lain. Situasi kacau diciptakan di Banda sejak VOC datang berkapal-kapal pada 1599. Penduduk Banda menolak monopoli sehingga VOC memutuskan menggunakan kekerasan. Pada 1621 Coen membunuh secara massal, lalu mengusir dan memperbudak penduduk Banda.

Selain menunjukkan bagaimana hal itu terjadi, buku itu juga menempatkan VOC sebagai kekuatan sistem penindasan kolonial yang menjalankan praktik genosida.

Marjolein menulis sejarah di Banda Neira itu, dengan bantuan informasi dari tiga orang Banda Beiyang yang waktu itu berada di Belanda.

“Awalnya seperti tidak ada yang bisa menulis tentang genosida ini. Tapi akhirnya ada tiga orang ini, Ridwan Ohorela, Lukas Eluarin, dan Marsel Matulesi,” katanya dalam dalam forum bedah buku di Surabaya, Minggu (4/2/2024).

Dengan bantuan orang asli Banda itu, ia mendapat informasi bahwa ada sejarah Banda Neira dan Belanda yang tidak benar. Atau, lebih tepat ia menyebut terdapat pemalsuan sejarah.

“Akhirnya saya harap, mungkin ada lebih banyak orang cerita yang benar, harapan saya bisa mengakhiri kepalsuan sejarah,” katanya.

Sementara Johny Alfian Khusyairi dosen sejarah Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menanggapi bahwa penulisan buku tersebut merupakan upaya yang sangat berani, karena dalam tulisannya meruntuhkan pandangan umum tentang kepahlawanan Belanda.

“Membuat karya baru dengan judul yang sangat berani genosida, itu luar biasa. Saya kira dia tidak akan disukai oleh orang-orang di Belanda karena tulisan itu. Jadi ini saya kira dalam konstruksi belajar sejarah Indonesia, bahwa sejarah Indonesia itu tidak hanya sejarah yang terjadi di Indonesia tapi juga sejarah yang melibatkan orang-orang yang pernah (berada) di Indonesia dalam masa-masa kolonial itu, bisa orang Belanda,” bebernya.

Hasil karya tersebut, kata dia, akan memperkaya historiografi di Indonesia, yakni tentang pengungkapan-pengungkapan baru yang ditulis oleh seorang peneliti sejarah.

“Dari sini juga kita juga bisa belajar bahwa kita di Indonesia sendiri juga harus melihat ada tokoh-tokoh yang mungkin memiliki peran di masa lalu tapi bukan berarti untuk memburukkan mereka, tapi kita harus belajar dari sana,” katanya.

Sementara itu, Ady Setiyawan pendiri komunitas sejarah Roodebrug Soerabaia mengatakan bahwa buku tersebut menarik, karena berani mengkritik sumber-sumber sejarah Belanda.

“Banyak mematahkan anggapan-anggapan di sana bahwa digambarkan Indonesia sudah berperang satu sama lain. Konflik memang ada, tetapi tidak pernah ada orang Banda meminta kekuatan asing untuk menyelesaikan konflik,” sebutnya.

Dengan buku tersebut, lanjut dia, orang akan tahu kalau orang Banda Neira Indonesia menjalani perdagangan secara murni, tanpa ada mendirikan benteng, memakai persenjataan dan melakukan genosida. Tetapi, hal itu justru dilakukan oleh Belanda pada zaman tersebut. (ris/bil/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs