Eddy Santana Anggota Komisi V DPR RI mengingatkan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan untuk membuat regulasi tegas terkait keselamatan penerbangan.
Hal itu merespons kabar tentang pilot dan kopilot yang tertidur bersamaan saat pesawat sedang mengudara menuju Bandara Soekarno-Hatta baru-baru ini.
Pilot dan kopilot salah satu maskapai penerbangan Indonesia itu lepas kontak dari menara air trafic control (ATC) selama beberapa menit setelah lepas landas dari Kendari, Sulawesi Tenggara.
“Kejadian seperti itu sangat membahayakan penumpang. Saya kira harus ada regulasi dari Kementerian Perhubungan dan diterapkan masing-masing operator. Ada tanda misalnya lampu penanda, tidak perlu penumpang tahu, tapi kru lain tahu,” ujarnya lewat keterangan tertulis, Minggu (7/4/2024).
Kejadian seperti itu, lanjut Eddy, harusnya bisa diantisipasi dengan melibatkan kru lain di pesawat, seperti pramugari atau pramugara.
“Kru lain di pesawat hendaknya diberikan tanggung jawab untuk memperhatikan pilot atau kopilot yang bertugas,” imbuhnya.
Senada, Muh. Aras Anggota Komisi V DPR RI berharap kejadian seperti itu tidak terulang kembali. Menurutnya, insiden tidurnya pilot dan kopilot waktu bertugas bukan hanya tanggung jawab satu pihak.
Dia meminta berbagai pihak yang terlibat sama-sama mencari solusi guna mencegah kejadian serupa terjadi lagi.
“Saya mengharapkan jangan sampai ini terulang. Apa upaya dari Airnav, apa upaya dari Angkasa Pura, apa upaya dari Kementerian Perhubungan agar ini menjadi perhatian utama,” ujar Politisi Fraksi PPP itu.
Seperti diketahui, pilot dan kopilot maskapai nasional tidur bersamaan selama 28 menit saat pesawat terbang dari Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) menuju Jakarta. Kondisi tersebut diungkapkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Dalam laporan pendahuluan (preliminary report) investigasi penerbangan KNKT, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 25 Januari 2024. Pilot dan kopilot itu menerbangkan pesawat Batik Air, jenis Airbus A320, dengan kode registrasi PK-LUV. (rid/ham)