Warga terdampak gempa di Pulau Bawean mulai mendapatkan trauma healing. Bantuan penanganan trauma itu diberikan oleh tim dari Dinas Sosial (Dinsos) Jawa Timur bersama para relawan.
Lia Wati Suntiana Ketua Tim Penanganan Bencana Sosial dan Pendampingan Psikososial Dinsos Jatim mengatakan, sebagian besar masyarakat di Pulau Bawean khususnya di Kecamatan Tambak masih mengalami trauma akibat gempa.
Pemberian trauma healing ini rencananya diberikan kepada anak-anak, namun kata Lia, masyarakat lanjut usia (lansia) juga mengalami trauma yang sama, bahkan yang paling mendominasi.
“Rencana kita anak-anak saja, ternyata ada antusias dari warga ada ibu-ibu, lansia, dewasa laki-laki juga datang mereka menyampaikan bahwa traumanya masih besar,” kata Lia ditemui di SMPN 19 Kecamatan Tambak, Bawean, Gresik, Selasa (26/3/2024).
Karena ada perbedaan kalangan usia, tim pendampingan trauma memberikan dua metode yang berbeda. Untuk anak-anak menggunakan metode Pedagogis sedangkan orang tua memakai metode Andragogis.
“Kalau anak-anak sentuhannya harus happy. Untuk orang tua mereka harus percaya dulu, nih, sama kita. Paling tidak mereka percaya sama kita untuk menghilangkan trauma,” tuturnya.
Rencana pemberian pendampingan trauma healing di hari pertama oleh tim Dinsos Jatim ini secara situasional. Untuk hari ini, mereka melakukan pendampingan di SMPN 19 Kecamatan Tambak, Bawean, Gresik sebagai titik pertama dan di titik kedua di kawasan pesisir pantai Kecamatan Tambak.
Lia menyatakan, bahwa adanya fenomena hoaks di tengah bencana gempa di Pulau Bawean ini memperparah kondisi trauma mereka. Hoaks yang sempat beredar adalah terjadinya bencana tsunami pascagempa magnitudo 6.5 pada Jumat (22/3/2024) kemarin.
Oleh sebab itu Lia mengimbau supaya masyarakat tidak mudah mempercayai informasi yang belum terkonfirmasi dan mengajak pihak tidak bertanggungjawab agar tidak menyebarkan hoaks. Apalagi ke banyak masyarakat yang trauma akibat gempa ini adalah lansia.
“Orang tua yang paling ketakutan karena terus menerus mereka lebih percaya berita hoaks daripada BMKG. Padahal BMKG menyampaikan gempa pertama itu terbesar susulan yang kecil. kenyatannya beda jadi mereka lebih mempercayai berita hoaks. Makanya tidur di luar tidak mau masuk di rumah,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ari Wijayanto Kepala Stasiun Meteorologi Sangkapura Gresik menyatakan kondisi gempa susulan di Pulau Bawean mulai melandai.
Hal itu berdasarkan pendataan pola linear selama beberapa hari pascagempa hari pertama terjadi. Oleh sebab itu Ari mengajak masyarakat agar mempercayai informasi dari para pakar dan lembaga terpercaya daripada informasi palsu.
“Pola linearnya mengalami pengurangan (gempa) ini kita kasih ke masyarakat. kemarin kita beri edukasi agar tak panik dan ini kita lawan karena hoaks membuat berantakan semuanya,” tuturnya.
Ari menyebut beredarnya kabar hoaks membuat masyarakat bisa terkena dampak panjang. Sebab masyarakat lebih memilih tidur di luar rumah, bila terus terjadi mereka bisa terserang penyakit.
“Orang yang sepuh sepuh masih di lapangan sudah berapa hari ini. Kita berikan (imbauan) ini, kalau rumahnya gak masalah ada retakan sedikit ya udah kembali ke rumah kasian ini juga pergantian musim,” katanya.
Ari melanjutkan. “Ini mengerikan, trauma belum menghilang, ada hoaks ada gempa masyarakat lari ke gunung. Percaya sama kita Insyallah kita berikan yang terbaik untuk masyarakat Bawean,” jelasnya.(wld/iss/faz)