Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bahwa Andjar Surjandianto Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sidoarjo telah diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada pemeriksaan yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (21/2/2024) tersebut, penyidik KPK juga mendalami materi yang sama terhadap Ninik Sulastri Kepala Bidang Pendapatan Daerah 3 (PD3) BPPD Kabupaten Sidoarjo, dan Nur Aditya Marendra Wardhani Kasubbag Perencanaan dan Keuangan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
“Ketiga saksi penuhi panggilan dan dikonfirmasi antara lain kaitan dengan status jabatan dari tersangka SW di BPPD Pemkab Sidoarjo termasuk pihak terkait lainnya,” kata Ali Fikri Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Kamis (22/2/2024) seperti dikutip Antara.
Ali Fikri mengatakan ketiga saksi juga didalami pengetahuannya soal besaran potongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
“Didalami juga besaran setiap potongan dana insentif dari para ASN di BPPD untuk kebutuhan Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo,” ungkapnya.
Meski demikian, dia belum memberikan keterangan lebih lanjut soal apa saja temuan tim penyidik dalam pemeriksaan terhadap para saksi tersebut.
KPK pada 29 Januari 2024 telah menahan dan menetapkan Siska Wati (SW) Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Nurul Ghufron Wakil Ketua KPK mengatakan penetapan tersangka terhadap Siska Wati berawal dari laporan masyarakat. Laporan tersebut kemudian dipelajari oleh tim KPK, dan pada 25 Januari diperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai kepada SW.
Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Dalam OTT tersebut diamankan uang tunai sekitar Rp69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp2,7 miliar di tahun 2023.
Barang bukti tersebut kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati.
Ghufron menerangkan kasus tersebut berawal pada tahun 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp1,3 triliun, dan atas perolehan tersebut ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.
Namun Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus Bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut.
Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh SW kepada para ASN di beberapa kesempatan, Ia juga menetapkan larangan untuk tidak membahas potongan yang dimaksud melalui alat komunikasi diantaranya melalui percakapan WhatsApp. Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat. Khusus di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.
Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp69,9 juta yang diterima SW akan dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.
Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (ant/dan/bil/faz)