Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Agama (Kemenag) dan stakeholder mendampingi psikologis keluarga santri asal Banyuwangi yang jadi korban aniaya seniornya, termasuk pendampingan bagi para tersangka.
Aris Adi Leksono Anggota KPAI Bidang Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Budaya menyebut, pendampingan harus diberikan pada keluarga korban juga para tersangka yang masih anak atau di bawah umur.
“Sesuai UU Perlindungan Anak, kami ingin memastikan perlindungan anak harus diberikan terutama pada anak korban dalam hal ini keluarga korban dan juga pada anak berkonflik dengan hukum, karena mereka punya hak mendapat pendampingan hukum, pemulihan, dan rehabilitasi sosial,” bebernya, Sabtu (2/3/2024).
Untuk keluarga korban, lanjut Aris, selain pendampingan psikologis, ia minta ada santunan sosial dari pemerintah.
“Untuk itu ini tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Kemenag kami mendorong keterlibatan OPD, UPTD PPA, DP3APPKB, kepolisian dan pihak terkait lainnya agar peoses ini bisa berjalan tepat tertangani komprehensif,” terangnya lagi.
Sementara untuk empat pelaku yang berusia 17 dan 18 tahun, sambungnya, harus tetap didampingi meski proses hukum tetap berjalan.
“Rekomendasi kami sepakat mendorong proses hukum yang sedang berproses apapun dari proses ini, keputusan seperti apa dan harus mendukung bersama-sama,” imbuhnya.
Sementara pihak pesantren, akan diminta memberikan informasi selengkap-lengkapnya soal kronologi meninggalnya santri asal Banyuwangi.
“Komitmen Kemenag dan OPD lain akan bantu kepolisian dan minta pihak pesantren memberi info selengkap-lengkapnya yang pasti ini harus cepat selesai tertangani keadilan untuk keluarga korban dan pemenuhan hak lain maupun anak berkonflik hukum apa pun statusnya tersangka maupun saksi,” tambahnya lagi.
Selain keluarga korban dan para tersangka, pendampingan juga diminta dilakukan pada santri lain di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah.
“Kami sudah minta dan Kemenah siap bantu, jika dibutuhkan dari DP3APPKB, Dinsos, siap memberi pendampingan psikososial, trauma healing, penguatan mental, layanan konsultasi paikis dan seterusnya,” tuturnya.
Diketahui, BBM (14 tahun) santri asal Banyuwangi meninggal dunia usai dianiaya empat seniornya MN (18 tahun) warga Sidoarjo, MA (18 tahun) asal Nganjuk, AF (16 tahun) asal Denpasar Bali, dan AK (17 tahun) asal Surabaya. (lta/azw/iss)