Kamis, 21 November 2024

Komisi V DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Pencabutan Status Internasional Sejumlah Bandara

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Penerbangan perdana pesawat dengan nomor penerbangan QG752 asal Bandara Soekarno-Hatta yang mendarat di Bandara Dhoho Kediri pada Jumat (5/2/2024). Foto: Angkasa Pura I. Penerbangan perdana pesawat dengan nomor penerbangan QG752 asal Bandara Soekarno-Hatta yang mendarat di Bandara Dhoho Kediri pada Jumat (5/2/2024). Foto: Angkasa Pura I.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 2024 mencabut status internasional 17 bandara karena dianggap sepi dan menggerus devisa negara lantaran banyaknya masyarakat yang pergi ke luar negeri.

Alasan lain pencabutan status itu adalah untuk meningkatkan gairah pariwisata, terutama mendorong masyarakat berlibur di dalam negeri.

Di sisi lain, keputusan itu banyak menuai protes dari masyarakat karena tidak semua warga yang pergi ke luar negeri adalah untuk berwisata. Banyak juga warga yang ke luar negeri karena keperluan berobat, bisnis, dan pekerjaan.

Suryadi Jaya Purnama Anggota Komisi V DPR RI menilai, adanya bandara internasional yang dekat dengan warga mempermudah mereka dalam memenuhi berbagai kebutuhan salah satunya yang terkait pengobatan. Pasalnya, fasilitas kesehatan belum merata di seluruh Indonesia.

Dia mengambil contoh Bandara Supadio di Pontianak dengan status internasional mempermudah warga Kalimantan Barat mendapatkan pelayanan kesehatan di Kuching, Sarawak, Malaysia yang lebih dekat. Kalau harus ke Jakarta, biaya penerbangan menjadi lebih mahal.

“Kami menyayangkan adanya keputusan tersebut. Seharusnya, Pemerintah melakukan komunikasi dengan stakeholder terkait untuk mencari solusi bersama terlebih dahulu. Sebab, bandara-bandara yang sekarang sudah tidak lagi berstatus internasional dulu dibangun menggunakan APBN dengan tujuan untuk mendatangkan wisatawan mancanegara langsung ke daerah tujuan. Sehingga, pencabutan yang tiba-tiba tanpa kajian yang komprehensif ini bagai mengulang kesalahan yang sama seperti saat membangunnya yang juga tidak disertai kajian yang komprehensif,” ujarnya lewat pesan tertulis yang diterima suarasurabaya.net, Rabu (1/5/2024).

Legislator dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga mencermati adanya ketidakkonsistenan pemerintah dalam urusan pariwisata. Sehingga, menurunkan status bandara internasional yang sudah ada menjadi bandara domestik.

Lebih lanjut, Suryadi menyorot Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional yang pada Pasal 39 malah menghilangkan syarat kajian potensi wisatawan mancanegara menggunakan angkutan penerbangan paling sedikit 100 ribu orang per tahun.

“Kami minta Keputusan Menhub 31/2004 agar dikaji ulang, dengan melibatkan stakeholder seperti maskapai, pemerintah daerah dan masyarakat pengguna bandara, tidak hanya dengan menteri yang membidangi pertahanan keamanan dan menteri yang membidangi urusan kepabeanan, keimigrasian dan kekarantinaan seperti yang disebutkan pada Pasal 40 PM 39/2019,” sebutnya.

Selain itu, dia meminta pemerintah pusat juga memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mempertahankan status bandara internasionalnya, seperti yang terjadi pada Bandara Internasional Minangkabau (BIM).

“Jangan lantas menerima begitu saja diturunkan statusnya menjadi bandara domestik,” tegasnya.

Untuk meningkatkan utilitas bandara internasional di daerah, Suryadi mendorong penguatan daya tarik wisata atau ekonomi lainnya.

Yang juga perlu ditingkatkan adalah pelayanan kesehatan di daerah seperti di Kalimantan Barat, bukannya diturunkan statusnya menjadi bandara domestik.(rid/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Kamis, 21 November 2024
30o
Kurs