Dokter (dr.) Muhammad Kamil akhirnya berhasil menuntaskan pendidikan spesialisnya di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, setelah 12 tahun lamanya, sembari berjuang sembuh dari kanker fibromyxoid sarcoma atau jaringan lunak.
Ia resmi menyandang gelar spesialis bedah saraf setelah dilantik pada, Rabu (6/3/2024) lalu.
Diagnosis tumor punggung itu, baru diketahuinya tahun 2017, saat menempuh pendidikan beasiswa di Kagoshima Jepang. Tumor lalu menyebar ke bagian dada dengan jenis yang sama, baru kemudian dinyatakan fibromyxoid sarcoma saat Kamil menempuh pendidikan S3 bidang ilmu bedah syaraf.
“Di tengah-tenagah saya menuntut ilmu saat itu tahun 2017, saya ada penyakit diagnosis penyakit kanker. Pemulihan dan pengobatan kebutalan dilakukan di Jepang karena saya sedang tinggal di sana. Proses satu tahun pemulihan dan pengobatannya,” tuturnya, Sabtu (9/3/2024).
Di tengah upayanya bangkit melawan kanker, Kamil tetap melanjutkan pendidikan S3 dengan riset, meski penuh keterbatasan fisik.
“Saya nginap di rumah sakit tiga bulan, terus pemulihan berapa bulan, mungkin hampir satu tahun. Sambil saya pakai penyangga (punggung), tetap saya melakukan riset, saya tetap menulis,” imbuhnya lagi.
Kamil menularkan semangat bahwa kanker tidak akan menghambat mimpi siapapun, termasuk meraih cita-citanya. Terbukti, ia bisa kembali fokus menyelesaikan studi. Penderita kanker, sambungnya, hanya perlu pengobatan dan terapi yang tepat.
“Langsung saya lanjutkan, saya beresi semuanya. Alhamdulillah saya sudah beres sekolahnya. Itu membuktikan bahwa kanker bukan death sentence (hukuman mati–red), hal yang kalau diterapi, ditangani dengan baik, dan dapat akses yang beruntung seperti saya, insyaAllah itu tidak bikin hambatan untuk karir dan saya buktikan sendiri di sini. Saya sudah sekolah paling tinggi S3, saya juga dapat spesialis bedah saraf di tempat yang mungkin di Indonesia juga yang terbaik bedah saraf,” paparnya.
Kini, selain berprofesi sebagai dokter, ia juga mendedikasikan dirinya untuk organisasi sosial Miles to Share, yang berkecimpung dalam penggalangan dana untuk pasien kanker. “Menggalang dana untuk yayasan kanker dan mendukung pola hidup sehat di Indonesia,” ucapnya.
Termasuk menggalakkan aktivitas berlari, untuk menjaga kesehatan tubuh. Ia berharap gerakan itu bisa menularkan pada masyarakat, bahwa gaya hidup sehat bisa jadi faktor mempercepat penyembuhan kanker.
“Saya buktikan sendiri, saya kanker, saya balik sekolah lagi, saya lari jauh. Itu saya sebarkan semangat itu bahwa kanker bukan death sentence, tapi low sentence, tetap bisa hidup, tetap bisa ditangani dengan baik, memutus stigma dan missed informasi di masyarakat dengan edukasi melalui sosial media terkait olahraga lari,” beber pria asal Semarang itu.
Sebagai penyintas, ia juga berniat mendalami ilmu tentang kanker, khususnya meliputi saraf. Ia ingin bisa menolong banyak orang yang mungkin bernasib sama. “Nantinya saya juga akan mendalami ilmu mengenai kanker,” tandasnya. (lta/bil)