Jumat, 22 November 2024

KIKA Kecam Tindakan Represif Aparat Keamanan Terhadap Massa Aksi Demonstrasi

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Konferensi Pers Maklumat Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyikapi tindakan represif aparat keamanan dalam aksi demonstrasi peringatan darurat, dalam zoom meeting, pada Selasa (27/8/2024). Foto: tangkapan layar

Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengecam tindakan represif hingga penembakan gas air mata yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap mahasiswa hingga pelajar yang menyampaikan aspirasi melalui aksi demonstrasi.

Aksi demonstrasi bertajuk peringatan darurat yang dilakukan oleh mahasiswa, telah dilakukan sejak Kamis (22/8/2024) yang lalu dan berlangsung secara bergiliran di berbagai wilayah di Indonesia hingga hari ini, Selasa (27/8/2024).

Pada Senin (26/8/2024), aksi demonstrasi kembali ramai, karena sekitar 33 mahasiswa Semarang dilarikan ke rumah sakit akibat gas air mata, bahkan ada anak-anak kecil di wilayah pemukiman dekat aksi terkena imbas gas air mata. Sebelumnya, dalam aksi pertama di Jakarta juga ada 39 orang yang mendapat serangan dan ada yang ditahan.

Herlambang Perdana Wiratraman dari KIKA mengatakan, kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan itu memperlihatkan jika pihak kepolisian tidak memahami makna ekspresi yang disampaikan oleh demonstran. Ia juga menyebut, jika tindakan tersebut tidak profesional, merendahkan dan menyakitkan.

“Ini adalah ekspresi yang sah dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk komponen internasional dan hak politik, yang menegaskan bahwa kebebasan berekspresi kebebasan berpendapat berkumpul dan menyatakan pendapat itu semuanya dijamin,” katanya dalam Konferensi Pres Maklumat KIKA dalam zoom meeting, pada Selasa (27/8/2024).

Ia menegaskan, kebebasan berpendapat adalah bagian dari demokrasi. Sehingga menurutnya, mengambil langkah represif adalah pengingkaran terhadap ekspresi politik.

“Dengan cara kekerasan yang represif, jelas tidak saja bertentangan dengan hukum, tetapi justru bertentangan dengan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 yang menjamin hak dasar warga negara yang memiliki kebebasan dalam menyampaikan pendapat,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga meminta pertanggungjawaban kepada institusi negara terkait dengan adanya warga negara yang terluka akibat menyampaikan kebebasan berpendapat.

“Kita tahu, yang banyak menjadi korban dari kekerasan ini adalah mahasiswa dan pelajar yang mereka sebenarnya dilindungi ekspresi kritisnya di ruang publik, dan tentunya apa yang terjadi adalah bentuk dari represi terhadap kebebasan akademik itu sendiri,” ucapnya.

Syukron pekerja KIKA juga mengatakan bahwa aksi demonstrasi harusnya mendapat jaminan perlindungan dalam menyampaikan aspirasi. Tetapi, justru ada pelajar yang mendapat ancaman sanksi karena ikut aksi, setelah polisi mengirim surat ke sekolah.

“Menurut saya sangat berbahaya, karena itu bisa memghambat akses pendidikan bagi pelajar yang ikut dalam demonstrasi. Dan demo bukan hal yang dilarang, tapi diperbolehkan dan dilindungi,” katanya.

Satria Unggul Wicaksana dari KIKA menambahkan bahwa kecaman yang dilakukan oleh KIKA yakni agar tidak ada lagi ancaman hingga serangan terhadap demonstran, karena tindakan represi seperti itu tidak bisa dianggap sebagai hal yang lazim.

“Karena, beberapa wilayah di Indonesia menghadapi serangan seperti di Samarinda, Semarang dan beberapa wilayah yang lain, ini menunjukkan model-model represi,” pungkasnya.(ris/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs