Bambang Soesatyo (Bamsoet) Ketua MPR RI yang juga Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri Indonesia (PERIKHSA) mengapresiasi peresmian PT Sapta Inti Perkasa, sebagai perusahaan swasta pertama yang memproduksi amunisi/peluru untuk kebutuhan olahraga maupun TNI-Polri.
Sekaligus mendukung langkah Prabowo Subianto Menteri Pertahanan RI yang juga Calon Presiden Terpilih Indonesia agar kebutuhan amunisi bisa diperoleh dari industri dalam negeri. Tidak terus menerus bergantung pada impor.
“Kebutuhan amunisi nasional diperkirakan mencapai lebih dari 1 miliar butir per tahun. Sedangkan kapasitas produksi PT Pindad baru mencapai 300 hingga 500 juta butir per tahun. Sehingga butuh dukungan dari pelaku usaha swasta agar kita tidak terus menerus bergantung kepada impor. Berdasarkan data BPS di pertengahan tahun 2023 saja, Indonesia mengimpor senjata dan amunisi serta bagiannya sebesar US$ 102,39 juta atau setara Rp 1,56 triliun. Jika nilai tersebut bisa dialihkan ke dalam negeri, akan memberikan multiplier effect economy yang besar bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat,” ujar Bamsoet dalam peresmian Pabrik Amunisi PT Sapta Inti Perkasa di Turen Malang, secara virtual dari Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Hadir antara lain Mayjen TNI Piek Budyakto Dirjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, serta Brigjen TNI Raden Edi Setiawan Komandan Pusat Pendidikan Artileri Pertahanan Udara. Hadir pula jajaran PT Sapta Inti Perkasa antara lain, Sugiono Komisaris, Richard Christoforus Massa Dirut, David Chen Managing Director, Peter Chen Operational Director, dan Inge Permatasari Finance Director.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, masuknya peran swasta dalam industri pertahanan dan keamanan nasional telah memiliki landasan hukum melalui UU No.6/2023 tentang Penetapan Perppu No.2/Tahun 2022 menjadi Undang-Undang.
Melalui keterlibatan swasta, diharapkan juga bisa mengurangi beban pengeluaran negara dalam membangun jaringan pasokan komponen industri pertahanan dan keamanan nasional.
“Sekaligus mewujudkan kedaulatan Indonesia dalam bidang industri pertahanan agar tidak bergantung impor, serta menciptakan nilai tambah ekonomi yang besar bagi masyarakat Indonesia. Sehingga cita-cita founding fathers, Presiden Soekarno, agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang Berdikari atau ‘Berdiri di atas Kaki Sendiri’ juga bisa terwujud. Kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita kapan lagi,” tegas Bamsoet.
Dia menerangkan, tidak ada salahnya Indonesia belajar dari Turki yang dalam dua dekade terakhir telah mampu melepaskan sekitar 70 persen ketergantungan atas suplai impor alat pertahanan. Beberapa industri pertahanan milik swasta di Turki bahkan telah masuk 100 besar dunia. Seperti Alsesan, Turkish Aerospace Industry, dan Roketsan.
“Pencapaian tersebut tidak lepas dari komitmen pemerintah Turki yang membuka pintu masuknya sektor swasta di industri pertahanan mereka. Disisi lain, pelaku usaha dalam industri pertahanan juga harus bisa meningkatkan kualitas untuk menghadapi persaingan dari pelaku usaha luar negeri. Mengingat terkadang alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri bisa lebih murah dan kualitasnya lebih baik. Ini menjadi tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh para pelaku usaha,” pungkas Bamsoet. (faz/iss)