Ari Suryono Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo hari ini memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di BPPD Kabupaten Sidoarjo.
“Yang bersangkutan sudah hadir di Gedung Merah Putih KPK,” kata Ali Fikri Kepala Bagian Pemberitaan KPK seperti dilansir Antara, Jumat (16/2/2024).
Meski demikian Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut informasi apa saja yang akan didalami tim penyidik dalam pemeriksaan terhadap Ari.
Selain Ari, hari ini penyidik KPK juga turut memeriksa Ahmad Muhdlor Ali Bupati Sidoarjo, serta tiga saksi lainnya yakni Surendro Nurbawono ASN Pemda Sidoarjo, Imam Purwanto alias Irwan Direktur CV Asmara Karya dan Robbin Alan Nugroho pihak swasta.
Untuk diketahui, KPK pada (29/01/2024) menahan dan menetapkan Siska Wati (SW) Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Nurul Ghufron Wakil Ketua KPK menerangkan penetapan tersangka terhadap Siska Wati berawal dari laporan masyarakat soal dugaan korupsi berupa pemotongan insentif dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Laporan tersebut kemudian dipelajari oleh tim KPK dan pada Kamis (25/1/2024) diperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai pada SW.
Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Dalam OTT ini diamakan uang tunai ini sejumlah sekitar Rp69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp2,7 miliar di tahun 2023.
Para pihak tersebut berikut barang buktinya kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati.
Ghufron menerangkan kasus tersebut berawal pada tahun 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp1,3 triliun dan atas perolehan tersebut ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.
Namun Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut.
Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi diantaranya melalui percakapan WhatsApp.
Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Khusus di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.
Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp69,9 juta yang diterima SW akan. dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.
Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (ant/man/iss)