Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya menyebut kendala pengungkapan kasus kekerasan adalah masih takutnya korban melapor.
Ida Widayati Kepala DP3APPKB Kota Surabaya menyebutkan, masih banyak korban kekerasan yang takut melapor, terutama jika pelakunya adalah orang terdekat.
“(Kasus kekerasan) selalu ada, cuma keberanian warga untuk melapor kadang tidak ada, apalagi jika pelaku suami atau orang terdekat. Mereka mikir agak berat kalau dilaporkan, nanti kehidupan selanjutnya gimana,” kata Ida pada Rabu (6/11/2024).
Ketakutan korban ini seringkali membuat mereka menarik laporan polisi atas tindak kekerasan yang dialami, yang akhirnya berujung damai.
“(Kendalanya) keberanian untuk melapor, melanjutkan kasus,” tambahnya.
Berdasarkan data yang dihimpunnya, Ida menyebutkan bahwa pada tahun 2024, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan korban anak tercatat ada 49 anak, sementara korban perempuan dewasa berjumlah 45 orang.
Ia terus menggencarkan langkah antisipasi untuk menekan kejadian kekerasan dan mendorong korban untuk berani melaporkan kejadian tersebut.
Salah satunya dengan melakukan sosialisasi ke ratusan sekolah dengan sasaran para siswa.
“Memang lebih fokus ke kekerasan, salah satunya bullying. Kami kolaborasi dengan Dispendik, dan setahun targetnya 200-250 sekolah,” ucapnya.
Sasaran sosialisasi ini akan terus meluas, karena menurut Ida, kejadian kekerasan bisa terjadi di mana saja.
“Sekarang juga merambah ke pesantren. Karena kekerasan itu bisa terjadi di mana-mana,” tandasnya.
Sementara itu, berdasarkan data tahun 2019-2023, jumlah kasus kekerasan berturut-turut tercatat sebanyak 10, 13, 34, 75, dan 103 kasus. Namun, jumlah rumah tangga pada tahun 2023 tercatat paling rendah, yaitu 600 ribu rumah tangga, dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 900 ribu rumah tangga. (lta/saf/iss)