Kenaikan suhu antara Februari 2023 hingga Januari 2024 telah melampaui ambang batas pemanasan 1,5 derajat Celsius untuk pertama kalinya dalam sejarah. Laporan itu diterbitkan oleh Layanan Perubahan Iklim Copernicus (Copernicus Climate Change Service/C3S) Uni Eropa (UE) pada Kamis (8/2/2024).
Berdasarkan laporan tersebut, periode antara Februari 2023 hingga Januari 2024 mengalami lonjakan suhu 1,52 derajat Celsius di atas tingkat praindustri yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris serta menjadikan 2023 sebagai tahun terpanas sejak era praindustri (1850-1900).
Selain itu, Januari 2024 mencatatkan suhu rata-rata tertinggi di angka 13,14 derajat Celsius, 1,66 derajat di atas rata-rata era praindustri (1850-1900), menurut laporan Copernicus.
“Tahun 2024 dimulai dengan bulan yang memecahkan rekor lainnya. Pengurangan emisi gas rumah kaca yang cepat adalah satu-satunya cara untuk menghentikan peningkatan suhu global,” kata Wakil Direktur C3S Samantha Burgess seperti dilansir Antara pada Jumat (9/2/2024).
Jerman, negara dengan perekonomian terbesar di Eropa, memainkan peran kunci dalam memerangi perubahan iklim. Negara ini berupaya mencapai netralitas iklim pada 2045, lima tahun lebih cepat dari target Uni Eropa.
Pada 2030, emisi gas rumah kaca harus dikurangi sebesar 65 persen dibandingkan dengan tingkat emisi di tahun 1990.
Namun, Jerman juga mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada 2023, menurut Deutscher Wetterdienst/DWD, Badan Meteorologi Nasional Jerman.
Dalam pembicaraan iklim PBB di Paris pada 2015, negara-negara sepakat untuk menjaga pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius dan menargetkan untuk membatasinya pada 1,5 derajat Celsius, level yang dianggap krusial untuk mencegah konsekuensi yang paling parah.
Laporan C3S menyebut bahwa di luar Eropa, suhu Januari tercatat jauh di atas rata-rata di Kanada bagian timur, Afrika bagian barat laut, Timur Tengah, dan Asia tengah. Kendati itu, suhu di Kanada bagian barat, Amerika Serikat bagian tengah, dan sebagian besar Siberia bagian timur berada di bawah rata-rata.
“Perubahan iklim masih terus berlanjut tanpa henti,” kata Andreas Becker, kepala departemen pemantauan iklim di DWD.
Oleh karena itu, menurutnya, kita harus terus memperluas perlindungan iklim serta mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh cuaca ekstrem yang semakin parah melalui pencegahan dan adaptasi iklim. (ant/sya/ham)