Jumat, 22 November 2024

Kejagung: Tom Lembong Beri Izin Impor Saat Indonesia Surplus Gula

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Kejaksaan Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015--2023 di Kementerian Perdagangan. Tom Lembong dan seseorang berinisial DS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Foto: Tangkapan layar YouTube Kejaksaan RI

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Thomas Trikasih Lembong mantan Menteri Perdagangan (Mendag) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula.

Abdul Qohar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung mengatakan, penerapan status hukum itu terkait proyek impor gula pada waktu Tom Lembong menjabat Mendag tahun 2015-2016.

Kemudian, Kejagung juga menetapkan DS Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2014-2015 sebagai tersangka korupsi.

Dalam keterangan pers, malam hari ini, Selasa (29/10/2024), di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Qohar bilang, penetapan tersangka itu berdasarkan bukti-bukti yang cukup, serta keterangan 90 orang saksi.

“Karena telah memenuhi alat bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi, adapun dua tersangka itu adalah satu TTL (Thomas Trikasih Lembong), selaku Mendag periode 2015-2016. Yang kedua tersangka atas nama DS Direktur Pengembangan bisnis PT PPI periode 2015-2016 berdasarkan surat tap tersangka tanggal 29 Oktober 2024,” ujar Qohar.

Dia menjelaskan, merujuk hasil rapat koordinasi antarkementerian tanggal 15 Mei 2014, Indonesia mengalami surplus gula. Sehingga, tidak perlu melakukan impor.

Tapi, Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP, lalu diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP), untuk tahun 2015.

Impor tersebut dilakukan tanpa melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait, dan tidak ada rekomendasi dari kementerian-kementerian untuk mengetahui kebutuhan riil.

Lalu, dalam rapat koordinasi tanggal 28 Desember 2015, Kementerian Perekonomian menyatakan tahun 2016 Indonesia kekurangan gula kristal putih sebanyak 207 ton.

Selanjutnya, DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan bawahannya berinisial P bertemu perwakilan delapan perusahaan swasta di bidang gula.

Padahal, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, impor hanya boleh jenis GKP secara langsung yang dilakukan BUMN.

Sementara, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola GKM menjadi GKP sebetulnya produsen gula kristal rafinasi untuk industri makanan dan minuman.

Sesudah kedelapan perusahaan swasta yang dikontak DS mengimpor dan mengolah GKM jadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gulanya.

Padahal, gula itu dijual oleh delapan perusahaan swasta ke pasaran lewat distributor yang terafiliasi seharga Rp16 ribu per kilogram.

Harga itu lebih tinggi dari harga eceran tertinggi Rp13 ribu per kilogram, dan tidak ada operasi pasar.

Menurut Qohar, PT PPI mendapat komisi dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula.

Akibat perbuatan tesebut, negara diperkirakan mengalami kerugian sebanyak Rp400 miliar.

“Kerugian negara akibat ini yang tidak sesuai perundangan, negara rugi kurang lebih Rp 400 miliar,” katanya.

Untuk kepentingan penyidikan, Kejagung menahan Tom Lembong dan DS selama 20 hari pertama, di Rutan Salemba, Jakarta Pusat.(rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs