Sabtu, 18 Januari 2025

Kejagung Buka Peluang Selidiki Hakim Agung yang Nilai Ronald Tannur Harusnya Divonis Bebas

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Harli Siregar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung berbicara dengan awak media di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (11/12/2024). Foto: Antara

Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang memeriksa Soesilo Hakim Agung yang dalam perbedaan pendapatnya (dissenting opinion) menilai terdakwa Ronald Tannur harusnya divonis bebas atas kasus yang menjeratnya.

Harli Siregar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung mengatakan, keputusan itu tergantung dari tingkat urgensinya dalam penyidikan kasus dugaan pemufakatan jahat berupa suap pada putusan tingkat kasasi Ronald Tannur yang menjerat Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) dan Lisa Rahmat pengacara Ronald Tannur.

“Saya kira itu menjadi perhatian dan tentu ini akan kami informasikan kepada penyidik. Apakah penyidik menganggap ini sebagai informasi yang sangat urgen untuk dilakukan pendalaman? Saya kira kita tunggu,” kata Harli Siregar di Jakarta, Rabu (11/12/2024) dilansir Antara.

Meski demikian, dia mengatakan kalau setiap hakkim punya keyakinan masing-masing dalam menyatakan dissenting opinionnya.

“Saya kira informasi ini menjadi informasi yang berharga. Kami mau menyatakan, tentu setiap hakim memiliki keyakinan masing-masing dalam menilai suatu perkara,” jelas Harli.

Untuk diketahui, Soesilo Hakim Agung ketua majelis yang menangani perkara Gregorius Ronald Tannur di tingkat kasasi,  memiliki pendapat berbeda dengan hakim agung lainnya karena menilai terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti itu seharusnya divonis bebas, sebagaimana putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Berdasarkan salinan putusan kasasi Nomor 1466 K/Pid/2024, Soesilo menyimpulkan Ronald Tannur tidak mempunyai mens rea atau niat untuk melakukan tindak pidana.

Oleh sebab itu, ia menilai putusan PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur sudah tepat.

“Konstruksi fakta yang dibangun dalam surat dakwaan penuntut umum dihubungkan dengan alat bukti, maka muncul konklusi ataupun kesimpulan bahwa terdakwa tidak mempunyai mens rea untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum sehingga putusan judex facti (PN Surabaya) yang membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum sudah tepat,” demikian petikan pendapat berbeda Soesilo.

Dalam penilaian Soesilo, korban Dini Sera Afrianti meninggal dunia akibat luka robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan tumpul yang mengakibatkan perdarahan.

Meski terdapat hasil visum yang menjelaskan kematian, tetapi Soesilo menilai hasil visum itu tidak serta merta menyatakan Ronald Tannur sebagai pelaku,

“Apalagi sampai adanya dugaan terdakwa melindas tubuh Dini Sera Afrianti sebagai penyebab meninggalnya Dini Sera Afrianti karena tidak ada alat bukti yang dapat membuktikan dugaan tersebut,” sambung Soesilo.

Soesilo meyakini bahwa saksi-saksi yang diperiksa di persidangan tidak dapat menerangkan perbuatan yang didakwakan kepada Ronald Tannur. Bukti-bukti elektronik berupa rekaman CCTV juga tidak menunjukkan bahwa Ronald Tannur telah melindas tubuh Dini Sera Afrianti dengan mobilnya.

Majelis kasasi terdiri atas tiga hakim agung. Meski Soesilo selaku ketua majelis memiliki pendapat berbeda, dua hakim agung lainnya, yakni Ainal Mardhiah dan Sutarjo, sepakat bahwa Ronald Tannur terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan Dini Sera Afrianti meninggal dunia.

Oleh karena itu, majelis kasasi memutuskan mengabulkan permohonan kasasi yang dimohonkan penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Surabaya. Ronald Tannur dihukum dengan pidana penjara selama lima tahun sehingga vonis bebas yang bersangkutan menjadi gugur.

Belakangan putusan vonis bebas Ronald Tannur oleh PN Surabaya ramai diperbincangkan karena majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap atau gratifikasi dalam memutus perkara Ronald Tannur.

Majelis kasasi juga menjadi sorotan setelah Zarof Ricar mantan pegawai MA ikut ditetapkan sebagai tersangka. Zarof Ricar diduga menjadi makelar untuk memuluskan perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi, tetapi dia disebut belum menyerahkan uang suap kepada hakim agung kasasi.

Hasil pemeriksaan yang dilakukan tim pemeriksa yang dibentuk MA menyimpulkan bahwa majelis kasasi Ronald Tannur tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Meski demikian, tim pemeriksa MA mengakui Zarof Ricar pernah bertemu dengan Soesilo di Makassar. Menurut MA, dalam pertemuan singkat itu, Zarof Ricar sempat menyinggung soal perkara kasasi Ronald Tannur, tetapi Soesilo tidak memberikan tanggapan. (ant/bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Sabtu, 18 Januari 2025
32o
Kurs