Jumat, 22 November 2024

Kadin Institute Tekankan Pentingnya Harmonisasi Kurikulum Pendidikan dan Pekerjaan

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Kadin Institute menekankan tentang pentingnya harmonisasi kurikulum di dunia pendidikan dengan pekerjaan. Foto: iStock

Ida Fauziyah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) mengungkapkan, berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 9,9 juta penduduk Indonesia dari kalangan usia muda atau Gen Z, belum mendapatkan pekerjaan.

Dari data BPS pada Februari 2022, jumlah pengangguran sebesar 884.769. Lalu menurun pada Agustus menjadi 673.485. Tapi jumlah pengangguran naik pada Februari 2023 dengan jumlah 753.732. Diikuti Agustus 2023 yang juga naik sebesar 34.241.

Menaker menyampaikan, angka pengangguran yang besar ini disebabkan mereka yang sedang mencari atau menunggu pekerjaan sesudah pendidikan.

Selain itu salah satu penyebab pengangguran ketidakcocokan antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja.

Menyikapi hal itu, Nurul Indah Susanti Direktur Kadin Institute menekankan tentang pentingnya harmonisasi kurikulum di dunia pendidikan dengan pekerjaan.

“Harus duduk bareng. Ini kebutuhannya apa. Lalu apakah yang disampaikan oleh dosen itu sesuai dengan kebutuhan industri,” kata Nurul dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (17/7/2024) pagi.

Nurul menjelaskan, dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, telah diatur bagaimana diatur praktisi mengajar, bagaimana dosen magang di industri, kemudian hasil akhir dari anak didiknya ini harus kompeten.

“Artinya kalau kompeten berarti mereka harus memiliki skill, knowledge, dan attitude. Skill itu berarti keterampilannya, knowledge adalah pengetahuannya, dan attitude-nya merupakan sikapnya dalam bekerja,” imbuhnya.

Nurul Indah juga menyinggung masalah tenaga kerja dari Gen Z yang banyak tidak diserap. Dia mengatakan bahwa Gen Z tidak bisa disalahkan. Sebab karakter Gen Z memang berbeda dengan generasi lainnya.

Dia menyebut bahwa Gen Z adalah generasi yang melek teknologi. Namun di satu sisi juga menjadi generasi mager. Sebab semuanya serba mudah, hanya tinggal klik.

“Sehingga mentalitas Generasi Z ini sedikit agak rapuh dibanding mentalitas generasi sebelumnya. Sehingga pada saat dia menerima pekerjaan pun harus pekerjaan yang menyenangkan baginya. Anak generasi Z itu cenderung berpindah-pindah pekerjaan,” imbuhnya.

Namun, untuk pekerja yang tidak diterima diindustri, bisa diarahkan ke dunia enterpreneur. Bisa diawali dengan pelatihan yang berdasarkan kompetensi dan menuju ke arah enterpreneur.

Lalu terkait vokasi, harus ada harmonisasi kurikulum supaya apa yang diinginkan industri bisa terserap. Dunia pendidikan juga memberikan materi yang sesuai dengan keinginan industri.

Kemudian dalam dunia universitas, dunia industri harus menyediakan pelatihan di tempat kerja. Anak-anak magang juga harus didampingi, tidak dilepas begitu saja.

Selain itu, khusus untuk mereka yang mengikuti program prakerja dari pemerintah, seharusnya menyerap ilmu kemudian mempraktikkannya. Bukan sekadar penghasilkan yang didapat selama mengikuti program prakerja.

“Mungkin harus ada perubahan bagaimana mekanisme supaya para prakerja ini bisa mendapatkan materi dengan benar dan ending-nya disertifikasi kompetensi sesuai dengan bidangnya,” jelasnya.

“Sebab kebutuhan industri sekarang, yang ditanya bukan dari fakultas atau jurusan apa, tapi memiliki kompetensi apa. Artinya, dunia pendidikan dan dunia industri ini harus nyambung supaya memberikan materi pendidikannya sesuai dengan kebutuhan industri. Sehingga penyerapannya tinggi ini,” jabarnya.

Nurul Indah mengatakan, Kadin Institute tengah melakukan riset mengenai kebutuhan industri selama lima tahun ke depan. Juga kompetensi apa saja yang harus dikurangi karena tidak relevan. “Kami sedang memetakannya saat ini,” ujar Nurul Indah. (saf/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs