Judi online masih jadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah dan masyarakat untuk segera diberantas. Bagaimana tidak? Dari data Kementerian Kominfo (Kemkominfo), sampai April 2024 sudah ada 1,4 juta lebih konten yang di-take down.
Usman Kansong Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kemkominfo mengatakan, angka itu membuat judi online sudah melampaui konten pornografi yang jumlah konten ter-take down-nya mencapai angka 1,2 juta lebih.
“Sebelumnya, konten pornografi itu selalu juara satu dalam hal konten negatif yang kita take down. Tetapi sekarang adalah judi online. Itu artinya memang judi online yang merajalela di dunia online kita, di dunia maya kita,” kata Usman kepada Radio Suara Surabaya dalam program Wawasan, Senin (29/4/2024) pagi.
Dirjen IKP itu juga mengungkapkan, berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi judi online tahun 2023 mencapai Rp327 triliun. Jumlah ini menurutnya lebih dahsyat dan mengalami peningkatannya signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, dari penelusuran PPATK juga didapati ada 32 juta lebih orang Indonesia yang terlibat judi online tersebut, didominasi golongan menengah ke bawah.
“Karena kalau kita lihat transaksinya itu kecil, ada yang Rp2.000, ada yang Rp5.000. Dari sisi usia (pelaku judi online) anak-anak muda sebetulnya, barangkali penghasilannya kecil, atau mendapatkan uang dari orang tuanya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Usman menjelaskan kalau pemberantasan judi online ini menjadi salah satu concern (fokus) pemerintah sesuai arahan Joko Widodo Presiden yang pada dua pekan lalu memerintahkan pembentukan satuan tugas (Satgas) Terpadu Pemberantasan Judi Online.
Adapun Satgas tersebut terdiri dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebagai leading sector, kemudian Kemkominfo, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PPATK, Polri dan Kejaksaan. Kedepan, kata Usman, Satgas juga berencana melibatkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI.
“Kemlu ini mungkin diperlukan, karena kalau kita identifikasi server (judi online), kemudian rekening, ujungnya itu ada di luar negeri. Jadi perlu kerjasama juga dengan negara lain, termasuk Polri nanti bisa menjalin kerjasama dengan kepolisian negara lain atau Interpol (Organisasi Kepolisian Internasional),” bebernya.
Meski demikian, kata Usman, yang paling penting sebenarnya literasi digital supaya masyarakat sadar dan berperan penting memutus peredaran judi online yang makin masif itu.
Menurutnya, kalau sekedar take down dan menangkap pelaku yang jadi perantara atau mempromosikan judi online, hal itu hanya sebatas memutus sementara supply atau pasokan. Apalagi, website atau portal berisi konten negatif yang sudah ditake down, seringkali justru muncul kembali dengan nama maupun domain baru.
Untuk itu, Satgas bakal mengambil langkah yang holistik, integratif dan komprehensif untuk mengurangi judi online. Salah satunya dengan cara mengedukasi masyarakat supaya tidak lagi terjerat dan menciptakan demand atau kebutuhan terhadap judi online.
Usman mengatakan demand tersebut akan menjadi peluang para bandar judi online untuk terus mengirimkan supply kepada masyarakat yang kemudian disebutnya sebagai korban tersebut.
“Karena itu apa caranya untuk mengurangi judi online? Yaitu memutus demand. Melalui apa memutus demand? melalui edukasi dan literasi digital. Sekali lagi, keterlibatan dan partisipasi masyarakat menjadi sangat penting untuk ntuk memberantas judi online ini,” pungkasnya. (bil/ham)