Selasa, 17 September 2024

JPPI: Sistem Perlindungan Hak Pendidikan Anak di Indonesia Masih Lemah

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ilustrasi. Anak sekolah. Foto: Pixabay

Ubaid Matraji Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengatakan, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) belum berkeadilan bagi semua anak. Prosesnya juga diwarnai banyak kecurangan, membuahkan kekecewaaan dan melukai hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan.

“Di negeri ini, sekolah saja masih menjadi barang mewah. Padahal, sekolah adalah barang publik yang mestinya bisa dinikmati oleh semua anak, tanpa terkecuali,” kata Ubaid melalui siaran pers pada Hari Anak, Selasa (23/7/2024).

Akibat sistem PPDB yang belum berkeadilan, terjadilah rebutan bangku sekolah, memicu kecurangan terjadi merata di semua daerah. Berdasarkan pemantauan JPPI, modus-modus kecurangan saat PPDB sangat banyak sekali ragamnya. Jika disederhanakan, ada 10 jenis kecurangan terbanyak yang terjadi di PPDB 2024.

Dari data di atas, lima kecurangan terbesar yang terjadi di tahun ini adalah cuci rapor (19 persen), sertifikat palsu (16 persen), jual beli kursi (15 persen), permainan kuota bangku yang tersedia (11 persen), dan manipulasi KK (10 persen).

Cuci rapor dan pemalsusan sertifikat ini, modus lama yang tambah marak di tahun ini. Kasus ini khusus terjadi di jalur prestasi. Sedangkan Manipulasi KK, hanya terjadi di jalur zonasi. Sementara kasus jual beli kursi yang diwarnai dengan suap dan juga permainan kuota bangku, ini bisa terjadi di semua jalur (prestasi, zonasi, dan afirmasi).

Berbagai kecurangan ini melukai harapan anak-anak untuk bisa lanjut bersekolah. “Memang, sebagian anak-anak yang tidak lulus PPDB ini, ada yang berhasil
melanjutkan pendidikan di sekolah swasta hingga lulus tuntas. Tapi, pada sisi lain, ternyata masih ada jutaan anak Indonesia yang harus gigit jari dan menelan pil pahit karena tidak bisa sekolah,” papar Ubaid.

Anak-anak yang tidak sekolah akibat gagal PPDB ini ada dua model. Pertama, anak yang tidak lanjut ke jenjang lebih tinggi, atau diistilahkan “lulus tidak melanjutkan”. Misalnya mereka lulus SD, tapi kemudian tidak lanjut ke jenjang SMP. Data tahun ajaran 2023/2024 menunjukkan jumlahnya mencapai 1.267.630 anak. Kedua, mereka lanjut ke jenjang yang lebih tinggi, tapi kemudian putus sekolah tidak sampai lulus (drop out). Berdasarkan data Pusdatin Kemendikbud 2023/2024, jumlahnya mencapai 1.153.668 anak.

Berdasarkan data tersebut, Ubaid memperkirakan angka anak tidak sekolah (ATS) kian membengkak di tahun ajapran 2024/2025. Hal ini terlihat dari tiga indikaktor utama. Pertama, jumlah kasus kecurangan PPDB yang meningkat secara jumlah dan juga sebaran lokasi pelanggaran. Ini jelas, semakin banyak korban, potensi putus sekolah kian terbuka lebar.

Kedua, banyaknya CPD (calon peserta didik) yang didiskualifikasi saat proses PPDB, tanpa ada pendampingan untuk mendapatkan sekolah. Sama seperti tahun- tahun sebelumnya, mereka ini dibiarkan dan tidak dicarikan sekolah oleh pemerintah. Jadi, nasibnya tidak jelas, mereka lanjut sekolah di swasta, atau mereka memutuskan untuk tidak sekolah.

Ketiga, tidak adanya jaminan sekolah dari pemerintah soal nasib anak-anak pemegang KIP (Kartu Indonesia Pintar) yang gagal PPDB. Akibat kuota yang minim, tidak sebanding dengan jumlah penerima KIP, maka banyak penerima KIP hingga kini tidak dapat jatah bangku di sekolah negeri. Jika mereka dipaksa masuk swasta, kemungkinan besar gagal bayar sejumlah tagihan, lalu putus sekolah.

“Banyaknya anak yang gagal PPDB karena kecurangan yang terjadi di berbagai daerah menunukkan kegagalan sistemik dalam perlindungan hak semua anak untuk
mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali. Sampai kapan kecurangan dan pelanggaran hak anak ini akan terus berulang?,” tandas Ubaid.

Ubaid berharap kepada pemerintah supaya lebih serius dalam memperhatikan dan menjamin pemenuhan hak pendidkan bagi semua anak Indonesia, tanpa terkecuali.

“Saya berharap fakta-fakta ini dilihat sebagai evident based oleh pemerintah untuk membuat kebijakan dan juga sistem yang dapat melindungi hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. Selamat Hari Anak Nasional, salam right to education for all, no one left behind,” ujar Ubaid.(iss/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Kecelakaan Mobil Box di KM 12 Tol Waru-Gunungsari

Pipa PDAM Bocor, Lalu Lintas di Jalan Wonokromo Macet

Surabaya
Selasa, 17 September 2024
25o
Kurs