Melky Nahar Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyorot pemberian izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
“Saya kira bahwa dorongan tambang sebagai model ekonomi untuk kesejahteraan umat, itu jelas omong kosong. Saya mau bilang bahwa tambang itu destruktif, rapuh, dan tidak berkelanjutan,” kata Melky dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya.
Melky mengingatkan bahwa tambang melenyapkan basis produksi utama seperti nelayan dan petani. Oleh karena itu, ia menegaskan ada banyak risiko jika tambang terus diberi ruang untuk dieksplorasi.
Ia menyebut, langkah terbaru Joko Widodo Presiden ini sudah terbaca sejak revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) pada 2020 lalu dan Undang-Undang Cipta Kerja.
“Lalu belakangan melalui peraturan presiden, sudah ada tanda bahwa konsesi tambang ini diberikan kepada organisasi kemasyarakatan. Nah hal itu tersermin dari Peraturan Presiden no. 70 tahun 2023 yang disahkan empat bulan menjelang pemilihan presiden,” sebutnya.
“Kemudian pada 30 Juni kemarin, enam bulan menjelang Pilkada, Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang menjelaskan organisasi kemasyarakatan, terutama keagamaan itu, untuk mendapatkan konsepsi-konsepsi tambang,” imbuhnya.
Melky pun menyebut bahwa kebijakan anyar dari Jokowi Presiden tersebut terasa kental dengan nuansa politik transaksional.
“Kami sangat khawatir jangan sampai ini langkah Presiden berbalas jatah kepada pihak-pihak yang telah menyokong kekuatan politiknya selama sepuluh tahun terakhir. Sekaligus merawat pengaruh politik setelah lengser pada Oktober 2024,” sebutnya.
Selain itu, ia juga khawatir ormas hanya dijadikan tameng oleh rezim yang berkuasa. Selain itu, ia kembali mengingatkan bahwa tambang tidak memberi dampak positif. Justru membuat warga lokal tidak sejahtera.
“Kalau pemilik perusahaan tambang dan pemegang saham kaya, itu iya. Tapi ada banyak pihak yang justru dimiskinkan, yang ruang hidupnya dicaplok. Itu fakta,” tegasnya.
Sebelumnya, Joko Widodo Presiden sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, tertanggal 30 Mei 2023.
Dalam PP tersebut terdapat aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Pada Pasal 83A Ayat (1) yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas, dijelaskan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.
Kemudian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
Selanjutnya, kepemilikan saham ormas mau pun organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Badan usaha sebagaimana dimaksud dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya. Selanjutnya, penawaran WIUPK sebagaimana berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak PP itu berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas dan organisasi keagamaan akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres). (saf/ham)