Jumat, 22 November 2024

Indonesia Peringkat Teratas Judi Online, Akademisi: Edukasi dan Pemberantasan Situs Harus Jalan Beriringan

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Ilustrasi judi online. Fotto: Getty Images/iStockphoto

Ratna Azis Prasetyo Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) buka suara soal masih banyaknya judi online di Indonesia.

Hal itu ia utarakan, setelah Drone Emprit beberapa waktu lalu mengeluarkan hasil survei sistem monitor analisis media sosial, yang menunjukkan bahwa jumlah pemain judi online Indonesia menempati posisi teratas dunia.

Pada laporan itu, transaksi judi di Indonesia mencapai 81 triliun dengan jumlah 201.122 pemain judi. Dalam survei tersebut, angka itu juga diyakini masih dapat melebihi jumlah yang ada.

Ratna mengibaratkan judi seperti narkoba. Jika seseorang sudah kecanduan, maka sulit berhenti, sehingga akan membawa berbagai kerugian jika hasil yang diinginkan tidak sesuai ekspektasi, salah satunya soal ekonomi.

“Secara mental, seseorang juga bisa terdorong untuk melakukan hal-hal yang negatif, seperti mencuri, membantah, dan lainnya,” katanya dalam keterangan, Jumat (3/5/2024).

Ratna mengatakan, saat ini permainan judi online sudah sering diblokir oleh pemerintah. Tetapi, upaya pemblokiran tersebut menurutnya belum efektif, karena masih bisa dilakukan dengan membuat situs baru lagi.

“Kalau kita lihat, jika ada satu situs dihapus, maka mereka akan membuat situs baru lagi. Begitu seterusnya. Menurut saya, memblokir situs itu penting tetapi harus dilihat juga dari sisi korban judi online untuk memberikan edukasi. Artinya, kita harus menyadarkan anak-anak muda agar tidak terjerumus ke dalam permainan judi online,” ucapnya.

Beberapa faktor pendorong maraknya judi online, beber Ratna, yakni adanya tekanan gaya hidup, kemiskinan, sosial, dan kondisi kultural.

Menurutnya, tekanan gaya hidup dan kemiskinan bisa membuat seseorang jadi ingin mencapai tujuan secara instan, dan mendapat penghasilan lebih banyak dan cepat.

“Seseorang yang berada dalam lingkungan atau pergaulan yang dekat dengan kejahatan, maka potensi untuk mengembangkan perilaku kejahatan juga dapat terjadi,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa judi jika secara kultural sudah dianggap lumrah, maka hal tersebut akan semakin menyebabkan seseorang tertarik untuk menggunakannya.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya edukasi di samping pemberantasan situs judi yang memang harus terus dilakukan, agar pelaku sadar, dan tidak lagi membuat situs-situs baru untuk melangsungkan permainan judi lagi.

“Perlu menyadarkan mereka yang sedang terjerat oleh judi online,” tegasnya. (ris/saf/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
35o
Kurs