Indonesia dan Australia bekerja sama mengatasi banjir rob di Pantai Utara (Pantura) Jawa dengan mengembangkan sistem berbasis kecerdasan buatan (AI/IoT) yang disebut Tide Eye.
Kerja sama itu terungkap dalam kunjungan Glen Askew Konsul Jenderal Australia di Surabaya, beserta alumni studi singkat Australia Awards Indonesia ke Stasiun Rumah Pompa Yos Sudarso, Semarang.
Sistem ini merupakan hasil kolaborasi antara Universitas Wollongong (Australia), Universitas Telkom, BBWS Pemali-Juana, Kementerian PUPR, dan PT Hilmy Anugerah Consulting Engineer Ltd (Indonesia). Tide Eye ini dirancang untuk mengembangkan solusi terjangkau guna mengurangi kerugian akibat banjir pasang di wilayah tersebut.
“Proyek ini merupakan contoh kolaborasi yang sangat baik antara akademisi, sektor swasta, dan pemerintah yang bertujuan untuk mendorong pembangunan ekonomi dan sosial,” kata Glen Askew dalam keterangannya yang dilansir Antara, Rabu (16/10/2024)
Kunjungan yang dihadiri oleh alumni kursus singkat Australia Awards ini bertujuan untuk melihat langsung implementasi proyek Tide Eye, sebuah penelitian kolaboratif yang berhasil menghasilkan inovasi yang tepat guna.
Ini sesuai dengan tema studi singkat yang diikuti oleh para alumni tersebut, yakni Towards a knowledge-based economy: Supporting Indonesia’s Research and Innovation Agenda.
Studi singkat kerjasama antara Australia Awards Indonesia (AAI) dan program KONEKSI bertujuan memperkuat kapasitas para pembuat kebijakan dan pelaku riset-inovasi, dalam mengembangkan kebijakan dan regulasi inovasi. Studi ini diikuti oleh 26 peserta, mewakili lembaga pemerintah, swasta, dan penelitian.
Tide Eye sendiri dikembangkan untuk membantu Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana dalam memantau permukaan air laut dan memprediksi risiko banjir rob di Semarang dan Pekalongan, serta kota-kota pesisir di Jawa Tengah yang sangat rentan terhadap banjir rob akibat perubahan iklim.
Miftadi Sudjai principal investigator riset dari Universitas Telkom, menjelaskan bahwa Tide Eye menyediakan solusi yang hemat biaya, terukur, dan sesuai kebutuhan untuk mendigitalisasi pemantauan dan prediksi risiko banjir.
“Dengan demikian, efisiensi dan akurasi pemantauan akan meningkat, serta kerugian akibat banjir dapat dikurangi,” katanya.
Sementara Asep Suhendi, peneliti dari Universitas Telkom menambahkan bahwa dalam pengumpulan data, mereka menggunakan drone yang diterbangkan di atas stasiun pompa di Pekalongan.
Ribuan gambar dan video telah berhasil dikumpulkan dan diubah menjadi data visual untuk membangun fondasi bagi AI agar mampu memprediksi banjir rob secara akurat.
Tak hanya itu, Tide Eye dilengkapi dengan kecerdasan buatan yang mampu mendeteksi pasang surut air laut, mengidentifikasi area terdampak banjir melalui visual drone, serta memantau permukaan air menggunakan kamera. Sistem peringatan dini banjir juga sudah diimplementasikan, menjadikan Tide Eye sebagai sistem terpadu untuk mengatasi banjir rob di kawasan tersebut.
Menurut para peneliti, jika banjir rob tidak ditangani dengan baik, jutaan penduduk di Semarang dan Pekalongan yang mata pencahariannya bergantung pada lahan produktif akan semakin terdampak. Diperkirakan hilangnya lahan produktif dapat memperburuk kondisi sosial dan ekonomi di masa depan.
Proyek Tide Eye diharapkan bisa menjadi model solusi bagi wilayah-wilayah lain di Indonesia yang menghadapi masalah serupa. Dengan dukungan AI dan kolaborasi lintas negara, diharapkan potensi kerugian dapat ditekan dan kualitas hidup masyarakat di pesisir Pantai Utara Jawa dapat meningkat. (ant/bil/ipg)