Jumat, 22 November 2024

IDI Tekankan Pentingnya Upaya Kolaboratif untuk Atasi Penyakit Demam Berdarah

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Ilustrasi. Nyamuk Aedes Aegypti.

Soroy Lardo advokasi lembaga pemerintah PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan spesialis penyakit dalam serta konsultan penyakit tropik infeksi menekankan pentingnya mencegah penyakit demam berdarah.

Hal itu ia tekankan, seiring dengan bahayanya penyakit yang ditimbulkan oleh nyamuk Aedes Aegypti tersebut.

“Penyakit demam berdarah bisa membunuh diam-diam, karena ada faktor sosial dan lingkungan, dan ini ada hubungannya dengan komunikasi publik, sehingga perlu adanya kolaborasi yang baik untuk mengatasi,” ucapnya dalam zoom meeting IDI yang menangkat tema “Tata Kelola Integratif Demam Berdarah Dengue”, Selasa (27/2/2024).

Ia mengingatkan, bahwa WHO telah melaporkan sekitar 50 sampai 100 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap tahunnya. Dari kasus tersebut, sekitar 500.000 berlanjut menjadi demam berdarah dengue yang menyebabkan 22.000 kematian.

Pada tahun 2023, ia mengatakan bahwa sebaran kasus demam berdarah secara kumulatif di Indonesia total ada sebanyak 114.252 kasus. Dari seluruh kasus tersebut, total ada 837 kematian akibat demam berdarah.

“Demam berdarah merupakan infeksi virus yang berdampak multisektor, tidak semata dalam tataran klinis, namun juga tataran komunitas,” ucapnya.

Beberapa faktor yang berperan dalam pengembangan penyakit demam berdarah, yakni muatan virus menggambarkan virulensi pertumbuhan tinggi dan faktor imunitas tubuh.

Sementara gejala klinis yang dialami oleh penderita, yakni demam, nyeri bagian belakang mata, nyeri tulang belakang, mual dan muntah, serta bintik merah pada kulit bisa tidak muncul hingga tahap akhir penyakit.

“Gejala yang memiliki potensi memberat pada demam berdarah yakni pendarahan spontan, kebocoran plasma atau cairan pembawa darah dan tromositopenia,” katanya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, lanjut dia, perlu kolaborasi berbagai pihak untuk sadar akan pentingnya membangun lingkungan dan perilaku hidup sehat, termasuk berbagai kebijakan dan Standar Operational Procedure (SOP) yang disiapkan untuk mengantisipasi kejadian luar biasa berdasarkan pendekatan early warning.

Lebih lanjut, dalam perkembangan menghadapi tantangan inovasi penanggulangan demam berdarah, ia mengatakan bahwa perlu penyediaan dan kecukupan telur berwolbachia, perencanaan kegiatan dan pembiayaan serta pemberdayaan masyarakat untuk memperkuat program tersebut.

Teknologi wolbachia sendiri, merupakan inovasi yang dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.

“Beberapa harapan dan kendala mengemuka, bahwa program kebijakan pengendalian demam berdarah baik pencegahan, deteksi dini dan manajemen di Yogyakarta lebih efektif dengan adanya teknologi wolbachia,” pungkas dokter lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.(ris/azw/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs