Hari pertama penerapan pembayaran parkir nontunai di Surabaya dimulai pada Kamis (1/2/2024). Dinas Perhubungan (Dishub) memastikan juru parkir (jukir) harus berkalung kode QRIS.
Tundjung Iswandaru Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya menyebut, dari semula yang ditargetkan 1.370 titik, hanya 36 ruas jalan yang baru menerapkan, atau setara 322 titik.
“Pagi ini kita memulai pembayaran nontunai parkir, harapannya berjalan lancar. Kami didukung seluruh jukir di surabaya harapannya untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan kesejahteraan jukir,” beber Tundjung saat sedang sosialisasi di Jalan Tunjungan, Kamis.
Ratusan titik lainnya, lanjut Tundjung, akan bertahap sembari dievaluasi.
“(36 ruas jalan) Jalan Tunjungan, Embong Malang, Bubutan, Semarang, Genteng, aurab,, Tanjunganom, Kedungdoro, Tidar, itu. Bertahap. Iya (ditarget segera),” jelasnya.
Dari sekitar 2.300 juru parkir juga baru 376 orang yang menjalankan. Sisanya menunggu kelengkapan administrasi kode QRIS.
“Satu sampai dua minggu selesai (administrasi yang belum),” tambahnya.
Pembayaran nontunai yang berjalan baru satu opsi yaitu QRIS, sementara untuk voucher dan berlangganan belum.
Pembayaran tunai juga masih diperbolehkan, masyarakat bebas memilih untuk tunai maupun QRIS.
Tundjung menyebut opsi ini sebagai bentuk transisi penyesuaian masyarakat yang belum memiliki QRIS.
“Pakai karcis bayar tunai (masih bisa) ini transisinya. Untuk voucher sudah dicetak tapi perlu sosialisasi ada beberapa step,” tandasnya.
Sementara Izul Fiqri Ketua Umum Paguyuban Juru Parkir Surabaya (PJS) berkomitmen semua jukir akan menunjukkan kode QRIS ke setiap pengguna jalan yang parkir.
“Artinya kode tetap dikalungkan dan masyarakat silakan beri pilihan pakai QRIS atau manual, silakan, karena beberapa masyarakat memang tidak siap dengan QRIS itu. Misalnya pasar dan sebagainya bagaimana. Itu dasar evaluasi ke depan,” katanya.
Meski sempat menolak beberapa waktu lalu, Izul mewakili seluruh jukir di Surabaya setuju dan patuh terhadap kebijakan. Asalkan, ada evaluasi salah satunya soal mekanisme bagi hasil 35 persen untuk jukir, dikaji lagi, terutama mereka yang berada di titik tidak terlalu ramai.
“Presentase 65 persen untuk Dishub, 35 persen untuk jukir, 5 persen untuk kepala pelataran. Untuk jukir itu (masih) memberatkan kami di awal. Tapi diskusi dan masukan (Pemkot) sangat terbuka. Pemasukan jukir bervariasi ada titik kecil yang sehari gak sampai 100 ribu, ketika opsi 35 persen diberi jukir maka bisa dipastikan untuk makan detiap hari pasti kurang. Opsi itu yang perlu didiskusikan terus-menerus,” tandasnya. (lta/saf/faz)