Senin, 25 November 2024

Gempa Megathrust di Indonesia Tinggal Menunggu Waktu, Peringatan dari Ahli Geologi

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi jalan yang retak akibat terdampak gempa bumi. Foto: Reuters

Sesudah gempa dahsyat berkekuatan 7,1 Skala Richter (SR) terjadi di Pulai Kyushu Jepang 8 Agustus lalu, Indonesia diingatkan kembali akan gempa Megathrust yang juga berpotensi terjadi di Indonesia.

Daryono Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG dalam keterangan resmi menyampaikan, yang perlu diwaspadai Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Siberut (M8,9).

Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini bisa dikatakan tinggal menunggu waktu, karena kedua wilayah itu sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.

Wilayah Indonesia juga berada di pertemuan berbagai lempeng tektonik, menjadikannya rentan terhadap gempa bumi besar, termasuk yang berasal dari zona megathrust.

Menyikapi hal tersebut, Amien Widodo pakar geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menjelaskan, kawasan Indonesia ditumbuk oleh lempeng Samudera Hindia-Australia yang menyusup di bawah Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan lainnya.

“Karena lempeng ini berupa lapisan yang sangat keras, pada saat bergesekan bisa menimbulkan getaran yang dikenal dengan gempa. Karena saking panjang dan luas yang bertumbukan, disebut mega. Sedangkan thrust itu naik atau terdorong,” jelas Amien dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Selasa (20/8/2024).

“Jadi Megathrust adalah gempa yang disebabkan tumbukan lempeng di ada sekitar tumbukan lempeng itu sendiri. Dalam kedalapan 0-70 kilometer,” imbuhnya.

“Bertumbukan sangat luas itu dampaknya ada ada yang menggerombol, kosong, dan ada yang menggerombol lagi. Nah yang yang dikhawatirkan adalah Seismic Gap. Di mana lempeng tadi terhambat di bawah sana. Ketika itu lepas, akan menjadi gempa besar seperti yang terjadi di zaman dulu,” terangnya.

Amien menjelaskan, tumpukan lempeng ini sudah terjadi jutaan tahun lalu. Bahkan sebelum adanya manusia. Dan hal itu terjadi berulang.

Untuk Indonesia, lokasi-lokasi yang berpotensi terjadi megatrust di antaranya Mentawai-Siberut, Selat Sunda, dan di Jawa Timur bagian timur, atau di selatan Banyuwangi.

“Tahun 1994 sempat tsunami di Banyuwangi. Sekalanya magnitudo memang 7,8, tapi bisa memicu tsunami,” sebutnya.

Amien menambahkan, Selat Sunda dan Mentawai-Siberut disebut memiliki potensi karena memiliki track record dari zaman dulu.

“Kalau data tsunami kuno dari BRIN, di Jawa Barat sekitar tahun 400. Untuk yang di Jawa Timur, saya belum mendapat datanya,” terangnya.

Amien menambahkan, Megathrust sejatinya sudah sering terjadi. Terbaru adalah gempa di Kabupaten Malang yang ia sebut masuk dalam Megathrust posisinya.

Terkait isu Megathrust yang kini viral, Amien menegaskan hal itu karena ada informais yang dipotong. Sehingga informasi yang disampaikan tidak utuh.

“Statusnya memang tinggal menunggu waktu. Tapi kapan waktunya datang, kita juga tidak tahu. Kalau dari teknik sipil atau geologi, patokannya adalah yang terbesar. Dan infrastruktur harus mengikuti berapa yang terbesar yang pernah terjadi,” jelasnya.

Amien mengingatkan agar masyarakat Indonesia lebih mengenali tentang kondisi lingkungan. Termasuk untuk antisipasi gempa. Serta agar selamat jika terjadi bencana.

Ia memberi contoh seorang anak di Inggris yang diajari tentang tsunami. Ketika berada di Aceh, ia bisa menyelamatkan banyak orang karena sudah mengenal dan mempelajari tentang apa itu tsunami beserta tanda-tandanya.

“Harus mulai, harus belajar,” ajak Amien.

Selain itu, rumah yang dibangun seharusnya bisa menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Harus tahan gempa dan harus mengikuti standar.

“Takdir kita ini hidup di daerah gempa, maka kita yang harus menyesuaikan,” pesan Amien. (saf/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
28o
Kurs