Jumat, 22 November 2024

Ekspor Sedimen Laut Dibuka Kembali, Pakar Tekankan Pengawasan Ketat dan Kajian Lingkungan

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Sebuah kapal tunda menarik tongkang berisi pasir laut yang akan dibawa ke Singapura, di perairan Kepulauan Riau. Foto: Antara

Joko Widodo Presiden menanggapi kebijakan pembukaan kembali ekspor pasir laut yang telah dilarang sejak 2002 di era Megawati. Jokowi menekankan bahwa perizinan ini hanya berlaku untuk sedimen laut yang mengganggu jalur pelayaran, bukan untuk pasir laut secara umum. Ia meminta masyarakat memahami perbedaan antara sedimen laut dan pasir laut.

Kebijakan ini diatur dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang mendefinisikan sedimen laut sebagai material alami yang terbentuk dari proses pelapukan dan erosi. Sedimen ini dapat diambil untuk mencegah gangguan ekosistem dan pelayaran.

PP ini kemudian ditindaklanjuti dengan dua peraturan Menteri Perdagangan, yaitu Permendag Nomor 20 Tahun 2024 yang mengubah larangan ekspor, dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur kebijakan ekspor.

Isy Karim Dirjen Perdagangan Luar Negeri menyatakan, aturan ini dibuat berdasarkan usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan ekspor dilakukan hanya setelah kebutuhan domestik terpenuhi.

Menanggapi hal tersebut, Prof. Suntoyo, S.T., M.Eng., Ph.D. Guru Besar dalam Bidang Pemodelan Hidrodinamika dan Morfodinamika Pantai Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menjelaskan mengenai perbedaan pasir laut dan sedimen laut.

Sedimen laut bisa berasal dari berbagai sumber, seperti erosi batuan pantai atau material dari terumbu karang. Jenis sedimen laut dapat berupa pasir, kerikil, lumpur, dan lempung.

Di antara berbagai jenis yang terkandung dalam sedimen laut tersebut, Prof. Suntoyo menyebut pasir sebagai material yang memiliki nilai jual.

“Pasir laut yang akan dijual harus memenuhi kriteria tertentu, seperti kandungan material yang berharga. Seperti kandungan kalsium karbonat, emas, perak, atau silika yang tidak boleh melebihi batas tertentu,” jelasnya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (18/9/2024).

Prof. Suntoyo juga mengingatkan tentang pentingnya kajian lingkungan sebelum pengerukan sedimen dilakukan. Ia mengingatkan agar hal ini dilakukan dengan hati-hati.

“Ketika pengerukan memberikan dampak negatif, maka diperlukan kajian lebih lanjut untuk mencegah kerusakan lingkungan,” jelasnya.

Dari sisi ekonomi, ia mengakui bahwa kebijakan ini memang menawarkan peluang besar. Namun, Prof. Suntoyo menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan.

“Yang harus diperhatikan adalah dampaknya. Jangan serta merta mengeksploitasi berlebih, tanpa memperhatikan dampaknya ke lingkungan, ekologi, dan sebagainya,” terangnya.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menetapkan prioritas lokasi pengerukan sedimen, terutama di luar jalur pelayaran utama, untuk meminimalkan dampak negatif.

Selain itu, Prof. Suntoyo menyampaikan bahwa kebijakan ekspor sedimen laut harus disertai dengan pengawasan yang ketat.

Prof. Suntoyo juga menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan aturan yang telah dibuat itu, benar-benar dilaksanakan dan ditegakkan di lapangan. (saf/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs