Sabtu, 23 November 2024

Eksaminasi Perkara Mardani Maming, Pakar Hukum Menilai SK Bupati Tidak Langgar UU Minerba

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Acara Bedah Buku Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim Dalam Menangani Perkara Mardani H Maming, Sabtu (5/10/2024), di Sleman, Yogyakarta. Foto: istimewa

Putusan Pengadilan terhadap kasus suap izin pertambangan dengan terpidana Mardani H Maming mendapat sorotan dari sejumlah pakar hukum. Para pakar menilai Surat Keputusan (SK) Bupati tidak melanggar Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Abdul Fickar Hadjar Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti mengatakan, SK Bupati itu belum tentu melanggar UU Minerba. Karena, pengadilan yang akan menguji putusan tersebut.

“SK Bupati itu harus diuji di PTUN apakah melanggar UU atau tidak? Nanti, PTUN akan menjelaskan bagian mana yang melanggar dan bagian mana yang tidak, itu terkait kewenangannya atau materinya. Jadi, memang belum tentu melanggar UU Minerba,” ungkapnya kepada wartawan, Minggu (6/10/2024).

Pada awal tahun 2024, Centre for Local and Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) mengadakan eksaminasi kasasi MA atas perkara yang menjerat Mardani Maming mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Ada sepuluh eksaminator yang hadir dan memberikan catatan. Di antaranya Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad.

Anotasi dari para pakar tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah karya buku berjudul Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim Dalam Menangani Perkara Mardani H Maming.

Dalam acara bedah buku di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (5/10/2024), Mahrus Ali salah seorang eksaminator sekaligus editor menilai perbuatan Mardani Maming yang mengeluarkan SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN, tidak melanggar aturan.

“Norma pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba itu ditujukan kepada pemegang IUP, bukan pada jabatan Bupati. Sepanjang syarat dalam ketentuan tersebut terpenuhi, maka peralihan IUP diperbolehkan,” kata pengajar Hukum Pidana FH UII itu.

Ridwan Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII mengatakan, permohonan peralihan IUP-OP itu tidak perlu melampirkan syarat administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Pasalnya, persyaratan tersebut melekat pada izin yang telah dialihkan.

Menurut eksaminator lainnya Karina Dwi Nugrahati Putri yang merupakan Dosen Departemen Hukum Bisnis FH UGM menyebut, jika dapat dibuktikan penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR murni berasal dari keuntungan pengoperasian pelabuhan PT ATU berdasar perjanjian yang sah, maka asumsi penerimaan tersebut berkaitan dengan peralihan IUP-OP melalui SK Bupati menjadi tidak berdasar.

Judex Facftie telah mengesampingkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan mengenai adanya penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR tidak ada kaitannya dengan peralihan IUP-OP dan bukan sebagai hadiah,” jelas Karina.

Sekadar informasi, dalam perkara itu, Mardani H Maming dijatuhi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.

Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebanyak Rp110,6 miliar. Dia dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor.

Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Mardani menerima uang suap senilai Rp118,75 miliar berkaitan dengan persetujuan IUP kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu. Persetujuan itu dituangkan dalam bentuk SK Bupati 296/2011.(rid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs